SEKARANG, memang jumlah guru dan dosen di Indonesia sudah tembus 3,6 juta orang. Tetapi, jumlah ini belum dibarengi dengan munculnya guru bangsa yang memberi pencerahan dan keteladanan.
Bangsa ini membutuhkan guru yang menerangi lorong waktu, serta suri tauladan yang bisa digugu lan ditiru. Mereka para pemimpin bangsa yang selesai dengan dirinya. Mereka tak punya kepentingan kekuasaan dan kekayaan. Mereka telah mewakafkan hidup dan matinya demi kemajuan dan kemakmuran rakyat.
Indonesia memiliki tiga mantan presiden yang masih hidup. Tetapi Megawati Soekarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo masih terlibat langsung dalam perebutan kekuasaan, baik dalam jabatan presiden, gubernur, maupun jabatan bupati/walikota.
Tiga presiden di atas memang sudah selesai dengan dirinya sendiri, namun belum selesai dengan anggota keluarganya. Mereka secara sengaja atau tidak, ikut melapangkan jalan untuk tampilnya anggota keluarga dalam bingkai politik dinasti yang hegemonik.
Terbukti, tiga presiden ini masih cawe-cawe dalam pemenangan paslon pada Pilkada Serentak, Rabu, 27 November 2024. Di berbagai daerah, pertarungan politik dipertontonkan dengan vulgar oleh para mantan melalui
endorsement paslon tertentu.
Dalam konteks Pilkada, pertarungan Mega vs Jokowi tampak mencolok mata pada Pilgub DKI Jakarta, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan sejumlah daerah yang lain. Perseteruan dua tokoh banteng ini merupakan kelanjutan pertarungan Pilpres 2024 yang lalu.
Mereka menganggap pertarungan politik belum selesai. Mereka sama-sama berebut supremasi politis dan historis sebagai mantan presiden yang paling berpengaruh di Nusantara. Padahal, rakyat berharap kepada mereka untuk netral dalam Pilkada 2024.
Dengan demikian, Mega, SBY, dan Jokowi belum cukup syarat dan rukun disebut
teacher of nations (guru bangsa). Sebab, mereka belum dapat menjadi guru bagi semuanya. Mereka belum bisa diterima secara bulat sebagai pemimpin bagi semuanya pula. Sebagian kelompok anak bangsa menerimanya. Dan sebagian anak bangsa lain justru menolaknya.
Istilah
teacher of nations merupakan julukan bagi John Amos Comenius. Seorang bapak pendidikan modern yang memiliki pengaruh besar melalui sistem pendidikan yang telah mengubah nasib bangsa. Pengaruhnya itu cukup bertahan lama dalam memandu perjalanan kehidupan bangsa tersebut.
Istilah
teacher of nations juga terkait dengan buku "Teacher, The Nation Builders and Nationalism" yang berisi tentang peran guru sebagai pembentuk karakter dan nasionalisme bangsa di India, layaknya tokoh Mahatma Gandhi.
Mereka adalah para tokoh inspiratif yang memotivasi anak bangsa untuk mencintai Tanah Air lebih dari apapun. Mereka rela berkorban harta, jiwa dan raga demi eksistensi bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Maka untuk mengatasi surplus guru dan minus guru bangsa pada Hari Guru Nasional, Senin, 25 November 2024 ini, semua pihak harus menempatkan para guru sebagai
the nation builders and nationalism.
Dalam pembentukan karakter dan nasionalisme, para gurulah yang paling bertanggung jawab secara formal dan institusional untuk mengajar, mendidik, dan melatih seluruh anak bangsa agar merasa punya
sense of belonging demi kelangsungan dan kemajuan bangsa.
Yang harus disadari dari awal, guru bukan profesi profesional yang hanya berkutat pada guru kelas atau guru mata pelajaran, akan tetapi ia adalah pengajar, pendidik, dan pelatih pembentukan karakter dan nasionalisme anak bangsa.
Pengajaran dan keteladanan para guru menjadi sumber inspirasi bagi anak bangsa untuk memberi dedikasi dan kontribusi yang terbaik dalam mewujudkan Indonesia raya.
Selamat Hari Guru Nasional. Guru sejahtera, Indonesia jaya!
Penulis adalah Pendiri Eksan Institute