Ilustrasi warga Pakistan yang hendak meninggalkan negaranya.
Setidaknya 40 persen warga Pakistan ingin meninggalkan negara itu untuk menemukan tempat lain yang lebih baik. Laporan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) yang dirilis baru-baru ini juga menyebutkan, Pakistan menjadi “pengirim” imigran ilegal terbesar kelima di Eropa pada tahun 2023. Padahal, setahun sebelum itu, Pakistan sama sekali tidak masuk dalam daftar sepuluh besar.
Menurut laporan yang juga didukung National Commission for Human Rights (NCHR) itu, campuran kompleks antara pola migrasi paksa dan sukarela menjadi ciri mobilitas ke, dari, dan di dalam Pakistan. Dengan indeks pembangunan manusia sebesar 0,562, Pakistan berada di ujung bawah kategori pembangunan menengah dan berada di posisi ke-150 dari 189 negara yang dinilai oleh UNDP.
Laporan itu menyebutkan sejumlah hal yang menjadi alasan gelombang atau setidaknya keinginan warga Pakistan meninggalkan neagranya. Antara lain tantangan ekonomi, ketidakstabilan politik, pengangguran, inflasi, terorisme, dan terbatasnya kesempatan pendidikan.
Menurut laporan itu, seperti dikutip dari
European Times, sampai bulan Desember 2023, sebanyak 8.778 warga Pakistan telah menyeberang ke Eropa secara ilegal. Sebagian besar migran melakukan perjalanan melalui rute Dubai, Mesir, dan Libya. Selama paruh pertama tahun 2023, sekitar 13.000 warga Pakistan mencapai Eropa melalui rute-rute ini, dengan 10.000 tidak kembali.
Tren migrasi lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan, dengan 40 persen penduduk perkotaan dan 36 persen penduduk pedesaan menyatakan keinginan untuk beremigrasi.
Keinginan tertinggi untuk meninggalkan negara tercatat di Balochistan, Azad Kashmir, dan Gilgit-Baltistan sebesar 42 persen, diikuti oleh Khyber Pakhtunkhwa sebesar 38 persen, Sindh sebesar 37,6 persen, dan Islamabad sebesar 36,5 persen.
“Migrasi ilegal meningkat meskipun ada kesulitan serius dan bahaya bagi kehidupan di rute ilegal,” kata Ketua NCHR Rabiya Javeri Agha.
Pakistan memiliki pasar penyelundupan manusia yang cukup besar dan perkiraan konservatif menyebutkan jumlah warga Pakistan yang berusaha bermigrasi ke barat secara tidak teratur antara 300 hingga 400 ribu per tahun, dengan metode yang paling umum untuk mencoba keluar dari Pakistan adalah melalui jalur darat di Balochistan.
Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan (HRCP) telah mengutip angka 300.000 orang yang meninggalkan negara itu secara ilegal setiap tahun. Penyelundupan manusia merupakan usaha ekonomi yang mapan, khususnya di Balochistan, di mana penyelundupan telah menjadi generator pendapatan terbesar di beberapa desa, dan di mana pejabat yang korup dilaporkan berpartisipasi dalam operasi penyelundupan manusia.
Pria dan wanita Pakistan secara sukarela bermigrasi ke luar negeri, khususnya ke negara-negara Teluk dan Eropa, untuk pekerjaan berketerampilan rendah, di mana para pedagang manusia mengeksploitasi sebagian dari mereka dalam perdagangan tenaga kerja melalui tawaran pekerjaan palsu.
Migrasi telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena peningkatan populasi, memburuknya ekonomi, meningkatnya kemiskinan, inflasi dan pengangguran, yang memaksa kaum muda (60 persen warga Pakistan berusia di bawah 30 tahun) untuk mencari peluang di luar negeri, yang membuat mereka rentan terhadap perdagangan manusia dalam prosesnya.