Kabid Keamanan Siber APJII Dr. Arry Abdi Syalman/Ist
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) memberikan langkah-langkah atau tips untuk menghindari serangan cyber oleh kelompok hacker jelang Pilkada Serentak 2024.
"Pada prinsipnya sistem itu atau aplikasi itu harus selalu update keamanan ya, itu harus selalu update keamanannya, untuk betul-betul menjaga potensi-potensi gangguan," kata Kabid Keamanan Siber APJII, Arry Abdi Syalman, dalan keterangannya, Sabtu 23 November 2034
Arry mengatakan bahwa penyelenggara Pemilu khususnya KPU sendiri dalam hal ini sudah mendapatkan pengawasan langsung dari instansi yang berwenang seperti Badan Siber, Sandi Negara dan juga Polri. Namun, ia mengingatkan ada hal yang perlu dihindari yakni adanya kelalaian atau kekeliruan dari Sumber Daya Manusia (SDM)-nya.
"Jadi SDM-nya gimana? SDM-nya ini terus diliterasi, terus diedukasi untuk melakukan, mengutamakan sistem proteksi mereka. Jadi secanggih-canggihnya sistem itu pun pasti ada potensi kebocoran, ada potensi kelemahan. Tapi ini apabila terus dioptimalkan sistemnya, dan selalu dilakukan update serta sering memantau. Harus sering memantau,” katanya.
Arry juga memprediksi bentuk serangan-serangan cyber di Pilkada Serentak 2024 tidak beda jauh dari tren serangan sebelumnya seperti malware, maupun kesalahan domain atau lainnya. Namun, kata dia, secara kualitas dan kuantitasnya bertambah.
"Kurang lebih bentuk serangannya sama saja hanya mungkin kualitas dan kuantitasnya aja yang bertambah,” ujarnya.
Menurutnya, hal itu terjadi karena kondisi monitoring serangan siber kita itu memonitoring anomali serangan itu terus meningkat.
Lebih jauh, Arry juga berpesan adanya teknologi artificial intelligence (Ai) agar tidak disalahgunakan untuk penyebaran hoax, black campaign jelang maupun saat pelaksanaan Pilkada. Sehingga, kata dia, masyarakat Indonesia harus melakukan perlawanan terhadap bentuk informasi tersebut.
"Kita harus lawan informasi hoax tersebut. Namun kita belum mampu menciptakan mesin yang bisa secara detail untuk memanfaatkan artificial intelligence nya membaca atau mengenali keyword bahwa ini hoax, kenapa? karena teknologi kecerdasan buatan itu tidak memiliki rasa yang bisa mendefinisikan," sebutnya.
"Sehingga ini memang obatnya ya harus memberikan literasi yang maksimal ke masyarakat itu aja," kata Arry lagi.
Selain itu untuk mencegah peredaran hoax, hate speech, black campaign di ruang publik, lanjut dia, adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat bagaimana memahami informasi yang valid dan tidak valid dan selalu menghimbau masyarakat untuk bisa melakukan konfirmasi, pengecekan secara mendalam terhadap suatu informasi-informasi yang diterima.
"Apalagi berkaitan dengan informasi-informasi yang sensitif seperti itu," ucapnya.
Oleh karenanya, Arry menghimbau kepada masyarakat untuk bijak dalam menggunakan perangkat telekomunikasi di platform media sosial. Bahwa apa yang dimanfaatkan untuk berkomunikasi tidak untuk melakukan hal-hal yang negatif.
"Misalnya menerima informasi begitu saja dan menyebarkannya, kemudian yang kedua melakukan propaganda atau teknik-teknik tertentu disebarluaskan ke khalayak luas, kemudian memberitakan sesuatu yang tidak benar ini agar bisa dihindari. Jadi bijaklah dalam menggunakan teknologi komunikasi itu saja," pungkasnya.