Rumah Sakit Apollo, New Delhi, India/Istimewa
Kesuksesan Rumah Sakit Apollo New Delhi, India, melakukan transplantasi hati kepada politikus Partai Demokrat, Andi Arief dan putranya, menunjukkan kemajuan teknologi kesehatan di negara tersebut. Tak hanya maju di sisi teknologi, biaya yang harus dikeluarkan pasien untuk berobat pun sangat bersaing dengan negara-negara lain yang kerap jadi tujuan berobat masyarakat Indonesia.
Senior Vice President Rumah Sakit Apollo, Dr Harinder Singh Sidhu menyampaikan, pihaknya memiliki sejumlah hub atau kantor perwakilan di berbagai negara untuk menciptakan akses bagi masyarakat. Salah satunya di Jakarta.
Dari sanalah pihaknya mendapatkan laporan soal kondisi Andi Arief. Untuk kemudian menyarankan bahwa dia membutuhkan operasi transplantasi di India.
"Dan saya senang membagikan bahwa dia telah menjalani operasi yang sangat sukses. Kami terus mendoakan kesehatan dan kehidupan sehatnya di masa mendatang," ujar Dr Harinder dalam wawancaranya dengan
Bergelora yang dikutip Sabtu, 23 November 2024.
Lebih lanjut, Dr Harinder pun mengungkap biaya operasi hati yang angkanya bisa mencapai 200 ribu hingga 300 ribu dolar AS (sekita Rp4,7 miliar). Bahkan di Amerika Serikat sudah mencapai 500 ribu dolar AS (Rp7,9 miliar).
"Di Singapura, mungkin sekitar 200 ribu hingga 250 ribu dolar AS. Di India, biayanya berkisar antara 30 ribu hingga 40 ribu atau 45 ribu dolar AS (sekitar Rp717 juta). Jadi jauh lebih terjangkau," paparnya.
Saat dibandingkan dengan RS di Singapura yang menetapkan waktu cukup lama menuju transplantasi, Dr Harinder menjelaskan, salah satu kemajuan di rumah sakit India adalah proses yang berorientasi pada kecepatan penanganan pasien, sehingga tidak akan membiarkan pasien lama menunggu.
"Segera setelah pasien datang, langsung konsultasi dengan spesialis, kemudian memulai beberapa pemeriksaan, dan kami siap untuk pembedahan. Kami membangun proses yang memiliki kemampuan. Ada banyak ruang operasi dan banyak sekali dokter spesialis. Tujuannya adalah tidak akan menunda-nunda melayani pasien yang sudah sakit. Karena menunda-nunda akan membuat kondisi lebih buruk lagi pada pasien-pasien itu. Jadi kami memiliki instrumen yang memperpendek waktu tunggunya," paparnya.
Dr Harinder pun membuka peluang untuk melakukan transplantasi hati di Indonesia.
"Kenapa tidak? Itu sedang direncanakan. Mungkin setelah bagian program pelatihan berjalan dalam 6 bulan sampai setahun lagi kita bisa mulai. Bukan hanya ahli bedah tapi juga staf pendukung dan perawat, kami bisa membantu pelatihan yang baik untuk transplantasi hati di Indonesia juga," pungkasnya.