Ilustrasi pekerja yang terkena PHK/IDN Times
Maraknya penutupan pabrik tekstil di Indonesia belakangan ini telah memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam skala besar, yang berakibat pada meningkatnya angka pengangguran.
Berdasarkan laporan CNBC, sedikitnya 30 pabrik tekstil di Indonesia terpaksa tutup, mengakibatkan lebih dari 11.207 tenaga kerja kehilangan pekerjaannya.
Penutupan ini berdampak langsung pada angka pengangguran yang semakin meningkat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada Agustus 2024, jumlah pengangguran Indonesia mencapai 7,47 juta orang, dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 4,91 persen.
TPT ini tercatat hampir sama antara pria, yaitu 4,90 persen, dan wanita yang sedikit lebih tinggi, yakni 4,92 persen.
Melonjaknya angka pengangguran ini tentu berdampak pada daya beli masyarakat, yang berimbas pada laju konsumsi rumah tangga.
Meskipun BPS mencatat bahwa konsumsi rumah tangga Indonesia pada kuartal II 2024 tumbuh 4,93 persen secara tahunan (Year on Year/YoY), pertumbuhannya sedikit lebih rendah dibandingkan kuartal I 2024 yang tercatat 4,91 persen YoY.
Selain itu, angka ini juga lebih rendah jika dibandingkan dengan kuartal II 2023, yang mengalami pertumbuhan 5,22 persen YoY.
Pelambatan ini mencerminkan penurunan daya beli dan laju konsumsi masyarakat yang disebabkan oleh tingginya angka pengangguran dan PHK massal.
Data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga memperlihatkan gambaran serupa. Selama periode Januari-Oktober 2024, tercatat sebanyak 63.947 pekerja terkena PHK.
"Tenaga kerja ter-PHK paling banyak terdapat di Provinsi DKI Jakarta yaitu sekitar 14.501 tenaga kerja, atau 22,68 persen dari jumlah tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan," bunyi keterangan dalam situs tersebut, dikutip Selasa 19 November 2024.
Selain Jakarta, provinsi-provinsi lain yang mencatatkan angka PHK tinggi di atas 10.000 adalah Jawa Tengah dengan 12.489 pekerja, dan Banten yang mencatat 10.702 pekerja terkena PHK.
Jumlah PHK yang terus meningkat ditambah dengan tingginya angka pengangguran ini dapat berakibat pada perekonomian domestik, yang memengaruhi daya beli, dan pada akhirnya menekan konsumsi rumah tangga Indonesia.