Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja/Ist
Masa kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024 tersisa 5 hari lagi. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengingatkan kepada pasangan calon kepala daerah (Cakada) dan tim kampanyenya untuk tidak melibatkan anak-anak.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja mengatakan, Pasal 15 huruf a UU 35/2014 tentang perubahan atas UU Perlindungan Anak mengatur bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik.
Kemudian, dalam Pasal 280 ayat (2) huruf k UU Pemilu ditegaskan, bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) dilarang mengikutsertakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak memiliki hak memilih.
Berdasarkan Pasal 1 angka 34 UU Pemilu, kualifikasi pemilih adalah WNI yang genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin.
Bagja menegaskan, meski dalam UU 10/2016 tentang Pilkada tidak mengatur secara spesifik larangan pelibatan anak dalam kampanye, namun pihaknya menegaskan hal itu dilarang sehingga menjadi satu fokus pengawasan.
"Kami bekerja sama dengan Kementerian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dan juga teman-teman KPU agar dalam kampanye sampai dengan nanti 23 November tidak terjadi hal-hal demikian," ujar Bagja kepada wartawan, Senin, 18 November 2024.
Selain mengingatkan larangan pelibatan anak dalam kampanye pilkada, Bagja juga mengimbau kepada seluruh pihak untuk tidak mendiskriminasi perempuan dalam pemenuhan hak politiknya, baik untuk memilih maupun dipilih.
Pasalnya, Anggota Bawaslu dua periode itu mendapati satu laporan kekerasan terhadap perempuan yang diterima jajarannya adalah mengenai ketidakmampuan perempuan untuk memimpin.
"Jadi, dua hal ini yang menjadi fokus utama," sambungnya.
Oleh karena itu, Bagja mengharapkan perlakuan diskriminatif terhadap perempuan dalam pilkada dan juga pelibatan anak dalam kampanye tidak dilakukan peserta pilkada.
Terlebih, soal menjaga hak-hak perempuan dalam politik praktis menjadi satu kerawanan tersendiri dalam setiap pelaksanaan pemilu maupun pilkada, sehingga mesti diperhatikan seluruh pihak.
"Karena pemilih, setengah lebihnya adalah perempuan, maka bersama-sama untuk kemudian melibatkan perempuan dalam kampanye dan juga tidak melakukan hal apa pun yang berindikasi kekerasan terhadap perempuan dan anak," tuturnya.
"Kalau (kasus) pidananya (terkait diskriminasi terhadap perempuan) sampai sekarang belum ada. Kalau sudah ada pasti kami akan sampaikan ke Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu), dan juga akan bekerja sama dengan teman-teman Bareskrim Polri untuk perlindungan perempuan dan anak," demikian Bagja.