Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda/RMOL
Penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024, diminta Komisi II DPR tidak sampai menimbulkan masalah.
Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan, penggunaan Sirekap pada pemilihan umum (Pemilu) Serentak 2024 sempat memunculkan masalah di masyarakat.
Menurutnya, maksud dari penggunaan Sirekap pada Pemilu Serentak 2024 tidak berlangsung sebagaimana mestinya, yaitu menginformasikan hasil penghitungan suara secara berjenjang dengan cepat malah menghasilkan kekisruhan.
Pasalnya, pada saat melihat hasil penghitungan suara pemilihan presiden (Pilpres) 2024 kemarin, angka-angka yang muncul di Sirekap tidak sesuai dengan formulir C1 Salinan yang ada di Tempat Pemungutan Suara (TPS), sehingga menjadi kontroversi di masyarakat karena diduga ada kecurangan.
"Karena itu berbagai macam asumsi, persepsi terhadap penyelenggaraan pemilu kita yang curang, terutama pada tahap penghitungan suara itu harus kita minimalisir," ujar Rifqi kepada wartawan, Jumat, 8 November 2024.
Dia menegaskan, salah satu cara untuk memperbaiki permasalahan yang muncul dari Sirekap adalah memperjelas ketentuan peraturan perundang-undangan yang melandasi pelaksanaannya.
"Komisi II DPR RI telah menyetujui Peraturan KPU terkait pungut hitung, yang di dalamnya mewajibkan KPU untuk membuat mekanisme pemungutan dan penghitungan suara seakuntabel dan setransparan mungkin," tegasnya.
Rifqi memandang, kesan buruk yang selama ini muncul ke publik terkait pelaksanaan pemilu maupun pilkada di Indonesia, seharusnya bisa dihapus dengan perbaikan kinerja lembaga penyelenggara pemilu terutama KPU.
"Pemilu di tempat kita ada anekdot. Kalau di Amerika, dia akan tahu hasil pemilu 2 jam setelah dilaksanakan. Di negara yang lain butuh 6 jam. Di Indonesia katanya sebelum pemilu sudah tahu hasilnya," selorohnya mengungkit persepsi buruk publik terhadap pelaksanaan pemilu di Indonesia.
Politisi Partai Nasdem itu meyakini, Sirekap yang telah diperbaiki KPU untuk digunakan pada Pilkada Serentak 2024, diharapkan bisa mengubah persepsi buruk masyarakat terhadap pelaksanaan pesta demokrasi, yang saat ini mulai memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk keterbukaan publik.
"KPU membuat satu aplikasi yang bisa membuat rakyat Indonesia melihat nanti perhitungan pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota di seluruh provinsi, kabupaten/kota di Indonesia melalui mekanisme atau aplikasi mobile ini," tuturnya.
"Jadi saya kira, kami mengapresiasi ini. Yang paling penting adalah jangan sampai aplikasi ini bermasalah secara teknis, ketika misalnya rakyat berbondong-bondong mau buka aplikasi, tapi aplikasinya nggak bisa dibuka. Dan Komisi II berkomitmen juga untuk terus melakukan pengawasan terhadap ini," demikian Rifqi menambahkan.