Melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level 4,95 persen pada kuartal III 2024 menjadi salah satu sinyal yang perlu diwaspadai oleh pemerintah.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan bahwa menurunnya pertumbuhan ekonomi dari 5,05 persem di kuartal II dan 5,11 persen di kuartal I ini menimbulkan kekhawatiran akan arah ekonomi ke depan.
Menurut Achmad, penyebab utama dari menurunnya ekonomi RI ini yaitu perlambatan konsumsi rumah tangga yang menyumbang sebagian besar dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sehingga, perubahan kecil dalam konsumsi rumah tangga dapat berdampak signifikan pada pertumbuhan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal III, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,91 persen, sedikit melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 4,93 persen. Perlambatan ini disebabkan oleh penurunan pengeluaran di beberapa kebutuhan pokok, seperti pakaian dan perumahan.
"Konsumsi yang terhambat ini menunjukkan adanya tekanan pada daya beli masyarakat, yang perlu menjadi perhatian serius bagi para pembuat kebijakan," kata Achmad dalam keterangan resmi yang diterima redaksi pada Rabu 6 November 2024.
Selain itu, pelemahan ekspor, kata Achmad juga menjadi kontributor dalam penurunan pertumbuhan ekonomi. Kondisi global yang tidak stabil, terutama dengan permintaan yang melambat dari negara-negara mitra utama seperti Tiongkok dinilai telah memberikan dampak yang cukup besar pada perekonomian Indonesia.
Menurutnya, pemerintah dan pelaku ekonomi harus mulai fokus meningkatkan daya saing produk dalam negeri dan mendorong konsumsi domestik, serta diversifikasi produk ekspor dengan menambahkan nilai tambah pada komoditas mentah juga menjadi langkah yang mendesak.
"Tidak cukup hanya mengandalkan ekspor komoditas primer, Indonesia perlu merancang strategi untuk meningkatkan ekspor produk bernilai tambah tinggi yang lebih stabil dan kurang rentan terhadap fluktuasi global," sambungnya.
Selanjutnya, pemerintah, kata Achmad juga perlu menjaga stabilitas makroekonomi, khususnya dalam menghadapi potensi inflasi dan fluktuasi nilai tukar, guna menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi investasi domestik dan asing.
Dengan menjaga stabilitas, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang menarik bagi investor, baik di sektor industri maupun infrastruktur, untuk membantu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
"Secara keseluruhan, penurunan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tersebut adalah peringatan bagi Indonesia untuk memperkuat sektor-sektor yang rentan,"tutur Achmad.