Berita

PT Sritex/Ist

Publika

Kinerja Keuangan PT Sritex

SABTU, 02 NOVEMBER 2024 | 09:02 WIB | OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI

PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) adalah sebuah perusahaan tekstil yang berkantor pusat di Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah. Sritex merupakan perusahaan publik dengan luas lahan operasional 79 hektare dan didirikan pada 22 Mei 1978, atau telah berusia selama 46 tahun.

Wilayah operasional Sritex adalah di Indonesia dan Singapura. Sritex mempunyai lini produksi pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen. Produk Sritex adalah benang, kain mentah, kain jadi, dan pakaian jadi.

Sritex juga memproduksi jasa pemintalan, penenunan, pewarnaan, percetakan kain, dan konveksi. Sritex juga memproduksi seragam militer untuk pasukan NATO dan Jerman pada tahun 1984.

Sritex mempunyai karyawan sebanyak 17.186 orang per tahun 2020. Anak usaha Sritex adalah PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, PT Primayudha Mandiri Jaya, dan Golden Legacy Pte Ltd. Sritex mempekerjakan tenaga operasional dari Korea Selatan, Filipina, India, Jerman, dan Tiongkok.

Klien besar Sritex misalnya H&M, Walmart, K-Mart, dan Jones Apparel. Sritex go public di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2013. Sritex berjasa mendistribusikan 45 juta masker dalam 3 minggu untuk mencegah penyebaran Covid-19 pada tahun 2020. Sritex mengekspor produknya ke Filipina pada tahun 2020.

Persoalan yang dihadapi Sritex adalah Pengadilan Negeri niaga Semarang telah resmi memutuskan pailit pada tanggal 21 Oktober 2024. Informasi kepailitan Sritex sungguh sangat mengejutkan.

Presiden Prabowo Subianto kemudian memerintahkan 4 menteri untuk mencari solusi, guna menyelamatkan Sritex dan berusaha, agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Salah satu isu penyebab kepailitan Sritex adalah kalah bersaing dengan produk thrifting yang diduga banyak masuk melalui jalur impor, yang tidak memenuhi prosedur. Thrifting sebagai pakaian bekas yang berasal dari sumber impor tersebut diyakini setara dengan nilai “sampah” oleh salah satu petinggi Sritex dalam sebuah wawancara di podcast.

Sritex meyakini pasti kalah bersaing, yakni harga jual tekstil dan produk tekstil Sritex diyakininya senantiasa akan kalah murah dibandingkan produk thrifting impor.

Dalam perbincangan podcast, petinggi Sritex mengeluhkan tentang pemberlakuan Permendag 8/2024 sebagai pemicu kebangkrutan. Oleh karena itu, Sritex usul, agar Permendag 8/2024 dibatalkan. Permendag 8/2024 ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Mei 2024.

Permendag 8/2024 merupakan perubahan ketiga atas Permendag 36/2023 tentang kebijakan dan pengaturan impor.

Permendag 8/2024 sesungguhnya menata impor barang kiriman pekerja migran Indonesia, barang kiriman pribadi, barang pribadi penumpang, barang pribadi awak sarana pengangkut, barang pelintas batas, barang pindahan WNI dan WNA, serta barang kiriman jemaah haji melalui penyelenggara pos (Paragraf 4).

Impor tersebut dapat dilakukan terhadap barang bebas impor dan/atau barang yang dibatasi impor (Pasal 34 ayat (1)).

Impor dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan (ayat (2)). Dapat diimpor dalam keadaan baru dan/atau keadaan tidak baru (ayat (3)). Impor tidak dapat dilakukan terhadap barang yang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan atau lingkungan hidup (ayat (4)).

Dikecualikan dari pemenuhan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang berlaku sebagai Application Programming Interface (API) (ayat (7)). Impor dikecualikan dari perizinan berusaha di bidang impor, verifikasi atau penelusuran teknis, dan/atau ketentuan pembatasan pelabuhan lainnya (ayat (8)).

Argumentasi Permendag 8/2024 yang ditetapkan sejak 17 Mei 2024 sebagai sumber pemicu kepailitan Sritex dan industri sejenis dengan pembenaran masuknya importasi thrifting sesungguhnya tidak cocok. Hal itu, karena Sritex telah mulai merugi sejak tahun 2021 hingga tahun 2023, sedangkan pada tahun 2020 Sritex mengalami untung. Kerugian Sritex terjadi jauh sebelum Permendag 8/2024 diterbitkan.

Sritex sesungguhnya masih menghasilkan keuntungan laba tahun berjalan sebesar  positif 85,33 juta Dolar AS pada 31 Desember 2020, sekalipun merupakan periode Covid-19 di Indonesia. Sementara itu rugi tahun berjalan Sritex sebesar minus 1,07 juta Dolar AS tahun 2021, sebesar minus 395,56 ribu Dolar AS tahun 2022, dan sebesar minus 174,84 ribu Dolar AS tahun 2023.

Penyebab kerugian Sritex sesungguhnya terutama adalah beban pokok penjualan, yang nilainya senantiasa lebih tinggi dibandingkan penjualan. Implikasinya adalah margin laba operasi dan margin laba bersih negatif. Kemudian rasio laba operasi terhadap ekuitas negatif.

Rasio laba terhadap ekuitas negatif. Rasio laba operasi terhadap asset negatif. Laba terhadap asset negatif. Rasio liabilitas terhadap ekuitas negatif sejak tahun 2022. Jadi, pangkal persoalan Sritex terletak pada mismanajemen rasio liabilitas terhadap ekuitas.

Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Jumlah liabilitas Sritex menurun dari sebesar 1,62 juta Dolar AS tahun 2021, sebesar 1,55 juta Dolar AS tahun 2022, dan sebesar 1,6 juta Dolar tahun 2023. Kemudian masalahnya terletak pada ekuitas yang bernilai negatif dan semakin membesar, yakni minus 389,45 ribu Dolar tahun 2021, sebesar minus 781,02 ribu Dolar AS tahun 2022, dan sebesar minus 954,83 Dolar AS tahun 2023.

Jumlah aset lancar dan tidak lancar Sritex senantiasa menurun pada tahun 2021 hingga 2023. Singkat kata, persoalan Sritex terletak pada perkembangan ekuitas yang minus dan nilainya membesar pada tahun 2021 hingga 2023, sehingga jumlah aset lancar dan aset tidak lancar senantiasa menurun pada kondisi terjadi masalah liabilitas yang besar.

Artinya, persoalan terlalu banyak berutang yang meminuskan modal milik sendiri (ekuitas). Manajemen utang dan pengelolaan modal milik sendiri adalah sebagai persoalan internal perusahaan merupakan pemicu kepailitan Sritex yang berperan terbesar, dibandingkan isu thrifting sebagai faktor eksternal di luar ruang lingkup perusahaan Sritex.

Dengan demikian, kepailitan sama sekali bukanlah disebabkan oleh pemberlakuan Permendag 8/2024, yang ditetapkan sejak 17 Mei 2024, sedangkan Sritex telah merugi jauh lebih awal sejak tahun 2021.

Penulis tergabung sebagai Associate Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

PDIP: Terima Kasih Warga Jakarta dan Pak Anies Baswedan

Jumat, 29 November 2024 | 10:39

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

UPDATE

Gegara Israel, World Central Kitchen Hentikan Operasi Kemanusiaan di Gaza

Minggu, 01 Desember 2024 | 10:08

Indonesia Harus Tiru Australia Larang Anak Akses Medsos

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:58

Gaungkan Semangat Perjuangan, KNRP Gelar Walk for Palestine

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:36

MK Kukuhkan Hak Pelaut Migran dalam UU PPMI

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:18

Jet Tempur Rusia Dikerahkan Gempur Pemberontak Suriah

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:12

Strategi Gerindra Berbuah Manis di Pilkada 2024

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:53

Kubu RK-Suswono Terlalu Remehkan Lawan

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:40

Pasukan Pemberontak Makin Maju, Tentara Suriah Pilih Mundur dari Aleppo

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:30

Dirugikan KPUD, Tim Rido Instruksikan Kader dan Relawan Lapor Bawaslu

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:06

Presiden Prabowo Diminta Bersihkan Oknum Jaksa Nakal

Minggu, 01 Desember 2024 | 07:42

Selengkapnya