Berita

Ilustrasi gandum/Net

Bisnis

KPPU Minta Pemerintah Waspadai Trik Menyulap Gandum Pangan Jadi Bahan Pakan

RABU, 16 OKTOBER 2024 | 13:39 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Perbedaan bea masuk yang signifikan antara gandum pangan (0 persen) dan gandum pakan (5 persen), berpotensi dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab untuk mengimpor gandum pangan dengan dalih pakan ternak. Praktik ini diduga telah berlangsung dalam skala besar dan merugikan negara miliaran rupiah setiap tahunnya.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Hilman Pujana mengatakan, selama ini impor gandum peruntukan bagi pangan (food wheat) dikenakan bea masuk sebesar 0 persen, sementara bea masuk gandum pakan (feed wheat) dikenakan bea masuk lebih tinggi yakni sebesar 5 persen. 

"Perbedaan bea masuk gandum pakan dan pangan tersebut, bisa menjadi indikasi penyebab persaingan usaha yang tidak sehat di antara sesama produsen pakan ternak. Ada sebagian pengusaha yang tertib sesuai peruntukan mempergunakan gandum pakan dengan bea masuk sebesar 5 persen untuk bahan pakan ternak. Ada juga dugaan pengusaha yang tidak tertib dengan mempergunakan gandum pangan dengan bea masuk 0 persen tetapi digunakan sebagai bahan pakan ternak," ungkap Hilman dalam keterangannya kepada awak media, Rabu, 16 Oktober 2024. 


KPPU sebelumnya mempertemukan sejumlah stakeholder terkait dengan komoditas gandum seperti Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Kementerian Pertanian (Kementan), para regulator, serta sejumlah stakeholder lainnya.

Hilman mengungkapkan, sebagai Komisi Pengawas Persaingan Usaha, KPPU telah menjalankan berbagai fungsinya untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Adapun fungsi yang dilakukan oleh KPPU meliputi fungsi penegakan hukum serta fungsi kajian untuk menilai kebijakan regulator.

Dari analisis yang dilakukan oleh KPPU, lanjut Hilman, pihaknya menilai masih ada ruang kosong dalam hal pengawasan dan peredaran gandum. 

"Hal-hal seperti labeling pada kemasan berupa peruntukan gandum pangan dan pakan juga harus diperbaiki untuk memastikan peruntukannya," tegasnya.

"Apakah ada dugaan industri baru yang menyerap gandum pangan begitu besar. Dari informasi yang KPPU dapat, perihal ini ada proses penegakan hukum agar peruntukan gandum pangan tidak disalahgunakan bagi peruntukan gandum pakan," pungkas Hilman.

Senada dengan Hilman, Direktur Eksekutif Indonesian Food Watch (IFW), Pri Menix menegaskan, pemerintah perlu melakukan aspek penguatan hukum untuk mengawasi hal tersebut. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) sebagai payung hukum yang mengatur regulasi soal ini, perlu diperkuat untuk menegakkan aturan main. 

"Implementasi di lapangan Permentan diperlukan sebagai acuan untuk mengawasi. Jika ada pelanggaran sebelum Permentan dikeluarkan tentu belum ada kejelasan dari sisi regulasi," kata Menix.

Alumnus IPB itu menduga perbedaan bea masuk bagi gandum pangan dan gandum pakan sebagai salah satu sumber masalah penyalahgunaan gandum pangan yang dijadikan gandum pakan. 

"Ini harus betul-betul ditelaah lebih mendalam. Bisnis boleh, tapi kalau sudah ada patgulipat, tak boleh didiamkan," ucap Menix. 

Dia lantas menyitir data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), di mana impor gandum untuk industri terigu pada 2020 tercatat 8,6 juta ton, atau setara terigu 6,7 juta ton. Pada 2021, konsumsi gandum naik jadi 8,9 juta ton atau setara terigu 7 juta ton.

Adapun konsumsi gandum pada 2022 turun jadi 8,6 juta ton, atau setara terigu 6,72 juta ton. Namun impor gandum pada tahun berikutnya naik menjadi 8,8 juta ton, setara terigu 6,87 juta ton. Kemudian impor gandum Januari-Juni 2024 dicatat Aptindo sebesar 4,64 juta ton atau setara terigu 3,61 juta ton.

"Yang menarik, data Aptindo ini jauh lebih kecil daripada data versi Badan Pusat Statistik (BPS). Pada Januari-Agustus 2024, BPS mencatat impor gandum sebanyak 8,44 juta ton, senilai 2,56 miliar dolar AS.
Nah, adanya selisih jumlah impor. Apakah ini berasal dari impor gandum untuk pakan ternak?" tanya Menix. 

"Berarti ada indikasi importasi gandum untuk pakan ternak naik tinggi dan melebihi angka impor gandum untuk pangan manusia," beber dia. 

Semestinya para pelaku usaha pakan ternak, kata Menix, bersaing sehat dalam menjalankan bisnis mereka. Yakni bagaimana berkomitmen menggunakan gandum pakan yang terkena bea masuk 5 persen sebagai bahan utama produksi pakan ternak, bukan malah menggunakan gandum yang peruntukan untuk pangan.  

"Wajar kalau importasi gandum pangan kemudian tinggi. Lebih dari impor gandum pakan," pungkasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Usut Tuntas Bandara Ilegal di Morowali yang Beroperasi Sejak Era Jokowi

Senin, 24 November 2025 | 17:20

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

UPDATE

Duka Banjir di Sumatera Bercampur Amarah

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:04

DKI Rumuskan UMP 2026 Berkeadilan

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:00

PIER Proyeksikan Ekonomi RI Lebih Kuat pada 2026

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:33

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

Kemenhut Cek Kayu Gelondongan Banjir Sumatera Pakai AIKO

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:00

Pemulihan UMKM Terdampak Bencana segera Diputuskan

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:35

Kaji Ulang Status 1.038 Pelaku Demo Ricuh Agustus

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:28

Update Korban Banjir Sumatera: 836 Orang Meninggal, 509 Orang Hilang

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:03

KPK Pansos dalam Prahara PBNU

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:17

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Selengkapnya