Juru bicara Pentagon, Mayor Jenderal Patrick Ryder/AA
Di tengah pertempuran yang terus meningkat di perbatasan Israel-Lebanon, Amerika Serikat mengambil langkah besar dengan mengirim personel militer tambahan ke Timur Tengah.
Kabar itu diungkap oleh juru bicara Pentagon, Mayor Jenderal Patrick Ryder, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari Anadolu Ajansi pada Selasa (24/9).
Ryder tidak menyebutkan berapa banyak pasukan baru yang akan dikirim ke Timur Tengah. Tetapi sejauh ini telah ada 40.000 tentara AS yang bertugas di sana.
"Mengingat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan sebagai bentuk kewaspadaan, kami mengirimkan sejumlah kecil personel militer AS tambahan untuk menambah pasukan kami yang sudah berada di wilayah tersebut," ungkapnya tanpa memberikan rincian.
Pengiriman pasukan Amerika yang baru ke Timur Tengah, semakin menambah kekhawatiran dunia akan potensi perang regional setelah perang Gaza dan eskalasi militer yang intens di Lebanon.
Pesawat tempur Israel menggempur Lebanon sepanjang hari Senin (23/9), menyerang wilayah selatan dan utara yang diklaim sebagai tempat pangkalan militer Hizbullah.
Kementerian kesehatan Lebanon mengatakan serangan Israel di hari itu menewaskan 492 orang, termasuk 35 anak-anak dan 58 wanita, dan melukai 1.645 orang.
Jumlah korban yang begitu banyak dalam sehari tentu menjadi pukulan keras bagi negara yang masih terguncang karena serangan mematikan terhadap perangkat komunikasi minggu lalu.
Ribuan warga Lebanon mengungsi ke selatan, jalan raya menuju pelabuhan selatan Sidon macet dengan mobil-mobil. Ini merupakan eksodus terbesar sejak perang 2006 lalu.
“Agresi Israel adalah rencana yang bertujuan untuk menghancurkan desa-desa dan kota-kota Lebanon serta menghapuskan semua ruang terbuka hijau,” kata Perdana Menteri sementara Lebanon, Najib Mikati.
Juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, mengatakan tentara mungkin menargetkan sejumlah desa Lebanon yang terletak hingga 80 kilometer dari perbatasan.
Hizbullah secara terpisah mengatakan bahwa pasukannya menembakkan puluhan roket ke Perusahaan Elektronik Rafael milik Israel, yang berada di utara Haifa, serta markas cadangan Korps Utara dan pangkalan logistik Formasi Galilea di kamp Ami’ad.
Ini adalah kedua kalinya Hizbullah menargetkan lokasi militer di Haifa, setelah sebelumnya menembakkan rudal ke kota itu pada hari Minggu (22/9).
Ketegangan meningkat antara Hizbullah dan Israel setelah serangan udara mematikan pada hari Jumat (20/9) yang menewaskan sedikitnya 45 orang, termasuk wanita dan anak-anak, dan melukai puluhan orang di pinggiran kota Beirut.
Hizbullah mengonfirmasi bahwa sedikitnya 16 anggotanya, termasuk pemimpin senior, Ibrahim Aqil, dan Panglima Tertinggi, Ahmed Wahbi, tewas dalam serangan udara Israel.
Israel dan Hizbullah terlibat perang lintas perbatasan sejak perang Gaza dimulai 7 Oktober lalu yang menewaskan lebih dari 41.400 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak.