Mantan Menpora Hayono Isman/Ist
Tanah warisan keluarga mantan Menpora Hayono Isman seluas 46.710 meter persegi yang terletak di Ciloto, Puncak, Bogor, Jawa Barat, terancam berpindah kepemilikan secara tidak sah.
Pasalnya, tanah tersebut secara tiba-tiba ada pihak yang mengaku telah membeli dan mengklaim sebagai pemiliknya.
Kasus tersebut berawal pada 15 Juni 2023, di mana ahli waris almarhum Mas Isman terkejut mendapat surat panggilan dari Pengadilan Negeri Cianjur atas adanya gugatan dari pihak Nayef Abdulkareem Al Othaim selaku Direktur Utama PT Indo Othaim International dan selaku pemilik usaha Glamping At Taman Wisata Alam Sevillage Puncak.
Pokok perkaranya dari surat panggilan tersebut menyatakan bahwa pihak Othaim-Sevillage telah membeli tanah di Ciloto tersebut.
"Padahal kami selaku ahli waris merasa tidak pernah ada yang menjual tanah tersebut. Tapi tiba-tiba ada yang mengaku telah membelinya," kata Hayono Isman di Gedung Kosgoro Mas Isman, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/9).
Kasusnya pun kemudian disidangkan di PN Cianjur. Pihak Othaim-Sevillage kemudian dimenangkan atas dasar pembeli beritikad baik, dengan nomor putusan: 21/Pdt.G/2023/PNCjr tanggal 10 Juli 2024.
Padahal dasar transaksi yang diajukan penggugat adalah surat kuasa jual atas nama para ahli waris yang diduga dipalsukan.
Pembelian yang diklaim dengan harga jauh di bawah NJOP, seharusnya Rp700.000/m2, namun hanya dibeli dengan harga Rp300.000/m2. Sehingga keseluruhan nilai jual sebesar Rp14 miliar.
"Dari sanggahan yang kami sampaikan di mana letak itikad baik yang dilakukan penggugat. Justru yang dilakukan perbuatan melanggar hukum," ujar Hayono Isman.
Atas putusan tersebut Hayono Isman dan keluarga besarnya mengajukan banding
Kemudian pada tanggal 5 September 2024 pada tingkat Pengadilan Tinggi Bandung penggugat kembali dimenangkan dengan nomor putusan 489/PDT//2024/PTBdg.
Dalam putusan banding ini majelis hakim tidak mempertimbangkan sedikit pun fakta hukum yang didalilkan tergugat, karena hanya dianggap sebuah pengulangan.
Padahal tergugat melakukan pembelaan dengan dasar pemalsuan tanda tangan para ahli waris.
"Seharusnya hakim sudah memahami apabila ada pembelian tanpa melalui proses notaris, PPAT dan tidak membayar pajak saja sudah salah. Apa lagi ada pemalsuan tanda tangan ahli waris," ungkap Hayono Isman
Dengan adanya putusan PN Cianjur dan PT Bandung yang tidak berkeadilan, maka
para ahli waris mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung tanggal 17 September 2024.