Pengamat politik dari Motion Cipta (MC) Matrix, Wildan Hakim/Ist
Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan alias Zulhas harus mempertibangkan ulang keputusan melegalkan ekspor pasir laut yang sudah 20 tahun dibekukan.
"Keputusan Kementerian Perdagangan untuk melegalkan ekspor pasir laut perlu dipertimbangkan ulang dari sisi dampak ekologis dan social," kata pengamat politik dari Motion Cipta (MC) Matrix, Wildan Hakim kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Rabu (18/9).
Menurut Wildan, eksploitasi pasir laut berdampak meluas ke berbagai sektor kehidupan manusia. Salah satu dampak utama adalah terkait dengan kerusakan lingkungan.
"Pengambilan pasir laut seringkali menyebabkan erosi pantai, mengancam ekosistem pesisir, dan mengganggu habitat di laut," terang Wildan.
Selain itu, merujuk Kepmen Kelautan dan Perikanan 82/2021, harga pasir laut untuk ekspor ditetapkan pada Rp228 ribu per meter kubik.
Dalam sekali angkut, satu kapal tongkang minimal bisa membawa 2.800 ton pasir laut atau setara dengan 2.471 meter kubik. Untuk sekali angkut saja, kuasa pertambangan pasir laut bisa meraup omzet Rp711 juta.
"Angka di atas tentu sangat menggiurkan bagi pengusaha ekspor pasir laut. Ada pendapatan jangka pendek dalam jumlah besar. Namun punya dampak negatif bagi lingkungan dan sosial," kata Wildan.
Sebab, aktivitas eksploitasi ini seringkali melibatkan komunitas pesisir yang hidup dari hasil laut.
Ketika ekosistem pesisir terganggu kata dosen ilmu komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia ini, nelayan dan masyarakat setempat dapat kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal mereka.
Dampaknya bisa memicu ketegangan sosial, migrasi, dan ketidakstabilan di wilayah-wilayah tersebut.