Berita

Forum NGOBRAS di Jakarta/Ist

Kesehatan

Pakar: Belum Ada Bukti Ilmiah BPA pada Air Galon Kemasan Polikarbonat Ganggu Kesehatan

RABU, 11 SEPTEMBER 2024 | 17:33 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Air minum dalam kemasan berbahan plastik polikarbonat diduga mengandung luruhan BPA dan menjadi pemicu berbagai penyakit. 

Pemberitaan menyebutkan, dampak buruk kandungan BPA bisa menyebabkan hormon, autisme pada anak, kemandulan, hingga kanker. 

Sejumlah pakar kesehatan membantah tuduhan tersebut. Hingga saat ini belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan BPA ataupun air minum dalam kemasan yang terbuat dari bahan plastik polikarbonat dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi manusia.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan subspesialis Endokrinologi, Metabolisme, dan Diabetes, Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid, SpPD-KEMD, menegaskan, air minum yang dikemas dalam galon polikarbonat adalah produk yang sudah dikonsumsi lintas zaman. Tidak ada bukti kuat selama ini yang menunjukkan adanya risiko bagi kesehatan masyarakat. 

Ia mengimbau, masyarakat perlu berpedoman pada dasar bukti ilmiah penelitian terhadap paparan BPA terhadap manusia. Hingga saat ini, BPA belum terbukti secara ilmiah bisa menimbulkan risiko penyakit. 

Batas aman paparan BPA adalah 4 mg/kg berat badan per hari. Sedangkan, studi menunjukkan dalam air kemasan, paparan BPA 0,01 mg/kg atau 1 per 10,000. Artinya, perlu mengkonsumsi 10 ribu liter air minum kemasan dalam sekali minum untuk sampai mengganggu fungsi tubuh. 

“Sehingga bisa dikatakan risiko paparannya sangat kecil dengan jumlah konsumsi normal kita. Selain itu, tubuh manusia sendiri memiliki kemampuan untuk mencerna bahan anorganik yang tidak sengaja tertelan dalam jumlah kecil seperti BPA, melalui urin ataupun feses,”  jelas Aswin, dalam Forum NGOBRAS di Jakarta, dikutip Rabu (11/9). 

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan peraturan terbaru, No. 6 Tahun 2024 tentang label pangan olahan.  Peraturan ini menambahkan dua pasal dari aturan BPOM terdahulu No. 31 Tahun 2018, khusus untuk air minum dalam kemasan (AMDK). 

Salah satunya mengenai kewajiban pencantuman label pada air minum dalam kemasan berbahan plastik polikarbonat bertuliskan ‘dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan’. 

Guru Besar Ilmu Rekayasa Proses Pengemasan Pangan IPB, Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.T.P., DEA, mengatakan dibutuhkan sosialisasi dan edukasi lebih lanjut untuk menghindari polemik yang mungkin muncul karena kesalahpahaman dan persepsi yang simpang siur terhadap pasal tambahan ini. 

Masyarakat perlu memahami dengan benar kondisi apa yang bisa membuat BPA luruh dari kemasan dan masuk ke air minum.

"Biasanya, migrasi atau luruhnya BPA dari kemasan ke air minum di dalam galon hanya terjadi pada kondisi tertentu misalnya, jika dipanaskan dalam suhu lebih dari 250 derajat Celcius,” kata Nugraha. 

Nugraha menambahkan, dalam proses produksi AMDK tidak ada proses pemanasan yang terjadi. Hanya mungkin terpapar matahari pada proses distribusi, itupun dengan suhu di bawah 50 derajat Celcius. 

Oleh karena itu, risiko migrasi BPA ke air minum dari kemasannya akan sangat kecil. 

“Masyarakat tidak perlu khawatir dengan risiko paparan BPA pada kemasan galon berbahan polikarbonat. Apabila sudah mendapat izin edar BPOM, maka itu menjadi jaminan bahwa produk tersebut aman dikonsumsi,” tegasnya.

Mendukung pernyataan Nugraha, Kelompok Studi Polimer yang dimotori oleh para peneliti dan ahli polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), telah merilis hasil penelitian uji keamanan dan kualitas air minum pada kemasan galon berbahan polikarbonat dari berbagai merek ternama.

Hasil penelitian menunjukkan semua sampel air minum dalam kemasan galon terbukti tidak mengandung BPA dan sesuai dengan standar dan regulasi yang ditetapkan. 

Tidak hanya di Indonesia, merek-merek air minum di negara lain seperti Arab Saudi, Qatar, Oman, Amerika Serikat, hingga Jepang, masih menggunakan kemasan berbahan polikarbonat.

Bahkan lembaga US Environmental Protection Agency (EPA), badan independen pemerintah Amerika Serikat yang bertugas untuk urusan perlindungan lingkungan, menetapkan referensi batas aman paparan BPA bagi manusia adalah 50 mikrogram/kg per berat badan per hari.

Populer

Jagoan PDIP di Pilkada 2024 Berpeluang Batal, Jika….

Minggu, 08 September 2024 | 09:30

Slank sudah Kembali ke Jalan yang Benar

Sabtu, 07 September 2024 | 00:24

Soal Video Winson Reynaldi, Pemuda Katolik: Maafkan Saja, Dia Tidak Tahu Apa yang Dia Perbuat!

Senin, 09 September 2024 | 22:18

Jemaah Suruh RK Turun dari Panggung Haul Mbah Priok

Senin, 02 September 2024 | 09:22

Akun Kaskus Fufufafa yang Hina Prabowo Diduga Gibran, Grace Natalie: Dipastikan Dulu

Rabu, 04 September 2024 | 04:44

Ngeri! Ahok Ancam Tinggalkan PDIP Jika Banteng Usung Anies

Minggu, 01 September 2024 | 13:33

Megawati Digugat Kader Banteng ke PN Jakpus

Sabtu, 07 September 2024 | 14:49

UPDATE

Bela Gibran soal Akun Fufufafa, Budi Arie Mendadak jadi Jubir

Rabu, 11 September 2024 | 14:05

Gus Ipul Dilantik Mensos, Pukulan Buat PKB

Rabu, 11 September 2024 | 13:59

Bawaslu: Memilih Kotak Kosong Pilihan yang Sah

Rabu, 11 September 2024 | 13:52

Indonesia Buka Pintu untuk Qatar Berinvestasi

Rabu, 11 September 2024 | 13:48

Saatnya PTUN Ambil Putusan Mahapenting dan Mahagenting untuk Keberlangsungan Bangsa

Rabu, 11 September 2024 | 13:47

Harris Ungkap Rencana Jitu Akhiri Perang Gaza di Debat Capres 2024

Rabu, 11 September 2024 | 13:45

Tidak Setuju dengan 'Anak Abah', PKS Usul Gerakan Ubah Aturan Pemilu

Rabu, 11 September 2024 | 13:25

Kemenkeu Setujui Minuman Berpemanis Kena Cukai 2,5 Persen pada Tahun Depan

Rabu, 11 September 2024 | 13:01

Pimpinan DPD Harus Punya Visi Pemerataan Pembangunan

Rabu, 11 September 2024 | 12:39

Inggris Hentikan Semua Penerbangan Langsung ke Iran

Rabu, 11 September 2024 | 12:36

Selengkapnya