Proyek Light Rail Transit (LRT) Bali senilai 10,8 miliar Dolar AS (Rp167 triliun) bakal dibangun dengan dana dari dua calon investor luar negeri dan dalam negeri.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan calon kuat pertama yaitu Korea Selatan.
"Korea menurut hemat saya masih on (berinvestasi di LRT Bali)," katanya dikutip Selasa (10/9).
Ia pun membantah isu yang beredar bahwa negara tersebut batal menanamkan modalnya ke Pulau Dewata Bali.
Dalam kesempatan ini, Menhub juga menegaskan bahwa pembangunan moda transportasi bawah tanah di Bali itu tidak dibangun dari investor China.
"(Investor LRT Bali) dari China belum ada," tegas Budi.
Meski demikian, Budi menekankan pihaknya tetap memberi ruang untuk semua calon investor. Bahkan, menurutnya jika pemodal banyak yang tertarik dalam proyek tersebut, maka akan semakin baik.
Selain Korsel, investor kedua lainnya, kata Budi yaitu dari dalam negeri. Namun, Menhub tidak merinci lebih lanjut siapa pihak lokal yang akan menanamkan modalnya untuk membangun proyek transportasi massal berbasis rel pertama di Bali itu.
"Ada beberapa local investor mau. Makin banyak investor itu ada di sini, ya makin baik," jelas Budi
"Dua (calon investor), dari Korea dan dalam negeri," tuturnya.
Sebagai informasi, proyek LRT Bali ini akan dibangun dalam empat fase. Fase pertama mencakup jalur LRT sepanjang 16 kilometer yang menghubungkan Bandara I Gusti Ngurah Rai, Kuta Sentral Parkir, Seminyak, Berawa, hingga Cemagi.
Fase kedua akan menghubungkan Bandara I Gusti Ngurah Rai dengan Universitas Udayana (Unud) dan Nusa Dua sepanjang 13,5 kilometer.
Fase ketiga akan menghubungkan Kuta Sentral Parkir dengan Sesetan, Renon, dan Sanur, namun saat ini masih dalam tahap studi kelaikan atau feasibility study (fs). Selanjutnya fase keempat akan menghubungkan Renon dengan Sukawati dan Ubud juga masih dalam tahap FS.