Terpidana kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani H Maming/RMOL
Nama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron diduga menjadi sosok yang cawe-cawe membantu peninjauan kembali (PK) terpidana kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani H Maming ke Mahkamah Agung (MA).
Menanggapi hal ini, mantan Komisoioner KPK Haryono Umar mengingatkan bahwa Mardani H Maming selaku terpidana korupsi sudah selayaknya mendapatkan hukuman berat. Pasalnya, kata Haryono, tindakan korupsi yang dilakukan Mardani H Maming telah sangat merugikan rakyat.
“Nggak ada alasan (Mardani H Maming) untuk PK. Koruptor memang harus dikenakan hukum berat karena merugikan rakyat banyak,” kata Haryono kepada wartawan, Senin (9/9).
Haryono memandang bahwa MA harus menolak peninjauan kembali atau PK yang diajukan oleh mantan Ketua DPD PDIP Kalsel ini. Hal ini, kata Haryono, berkaca dari data dan perjalanan kasus yang menjerat Mardani H Maming.
“Berdasarkan data dan perjalanan kasus ini, harusnya ditolak PK nya,” kata Haryono.
Haryono menegaskan, PK yang diajukan oleh Mardani H Maming juga harus ditolak MA lantaran tidak novum atau bukti baru.
“Kan nggak ada novum baru,” pungkas Haryono.
Sebelumnya, nama Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dikaitkan dengan urusan PK mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming yang diajukan pada 6 Juni 2024 lalu bernomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004.
Dugaan keterlibatan pengajuan PK tersebut karena Nurul Ghufron dan Mardani H Maming sebelumnya sama-sama aktif di Nahdlatul Ulama (NU).
Terkait isu tersebut, Nurul Ghufron belum memberikan keterangan secara resmi. Saat wartawan mencoba menghubungi untuk mengonfimasi kabar itu, belum mendapat jawaban dari Nurul Ghufron.
Nama Nurul Ghufron sendiri baru-baru ini terbukti melanggar kode etik mengunakan pengaruhnya untuk kepentingan pribadi membantu mutasi ASN di Kementerian Pertanian berinisial ADM dari Jakarta ke Malang dengan menghubungi mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyo.
Akibat pelanggaran itu Dewas KPK memberikan sanksi Nurul Ghufron berupa pemotongan gaji sebesar 20 persen selama enam bulan ke depan.