Kapabilitas Lucky Hakim yang memaksa maju pada Pilkada Indramayu menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat dan para pengamat politik.
Pria berusia 44 tahun ini memilih mundur di tengah masa jabatannya sebagai Wakil Bupati Indramayu tahun lalu. Kini, ia malah maju lagi di Pilkada 2024.
Banyak yang mempertanyakan kemampuan dan keseriusan mantan artis tersebut dalam mengemban tanggung jawab publik.
Salah satunya adalah Ketua Padepokan Hukum Indonesia, Musyanto, yang secara terbuka mengungkapkan keraguannya terhadap kapabilitas Lucky Hakim di ranah politik.
Musyanto menyatakan bahwa keputusan Lucky untuk mundur secara tiba-tiba dari jabatan wakil bupati Indramayu tahun lalu menimbulkan keraguan atas kesungguhannya dalam menjalankan amanah yang diberikan oleh rakyat Indramayu.
Menurutnya, pengunduran diri tersebut mencerminkan kurangnya komitmen serta tanggung jawab sebagai pejabat publik.
"Lucky Hakim terpilih dalam Pilkada lalu, untuk memimpin Indramayu bersama Bupati Nina Agustina dengan harapan akan membawa perubahan positif bagi masyarakat. Namun, keputusan mendadaknya untuk mundur menimbulkan kekecewaan mendalam. Hal ini seolah menunjukkan bahwa ia tidak siap menghadapi tanggung jawab besar yang melekat pada posisinya," ujar Musyanto.
"Bila jadi wakil bupati saja tak siap, mengapa ngotot ingin menjadi bupati," tambah Musyanto.
Terlebih, track record politik Lucky Hakim sejak awal karirnya juga terbilang penuh kontroversi. Ketika didaulat menjadi anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional pada 2014, Lucky Hakim dituduh mencuri suara koleganya di PAN, Intan Fitriana Fauzi hingga berujung dipecatnya Lucky Hakim dari PAN pada 2018.
Masalah tak berhenti sampai di situ. Saat menjadi ketua Nasdem Indramayu pun Lucky Hakim juga diduga menerima aliran dana dari ketua KPUD Indramayu terkait pemilihan legislatif meski masalah ini hilang tanpa ada jawaban.
Lebih lanjut, Musyanto menyebutkan bahwa langkah Lucky ini telah merusak citranya di mata publik, terutama di kalangan masyarakat Indramayu yang telah memilihnya.
Keputusan untuk mundur dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat.
"Jabatan publik bukan hanya soal popularitas, tetapi tentang melayani dan bekerja untuk kepentingan masyarakat. Ketika seseorang mengundurkan diri tanpa menyelesaikan tugasnya, itu akan menimbulkan tanda tanya besar tentang kemampuan dan keseriusan yang bersangkutan," tambahnya.
Tak hanya dari kalangan pengamat, kritik juga datang dari beberapa pihak di pemerintahan dan partai politik.
"Banyak masyarakat dan anggota partai yang merasa kecewa dengan tindakan Lucky Hakim. Ini menjadi pelajaran bahwa kemampuan memimpin tidak hanya diukur dari popularitas, tetapi dari integritas dan komitmen dalam menjalankan tugas," ungkap seorang anggota DPRD Kabupaten Indramayu yang enggan disebutkan namanya.
Dengan segala kritik yang mengemuka, nasib politik Lucky Hakim tampak semakin terjal. Para pengamat melihat bahwa karier politiknya mungkin akan sulit untuk kembali bangkit jika tidak mampu menunjukkan komitmen yang lebih kuat di masa depan.
Meski pernah menjadi sosok populer di dunia hiburan, Lucky Hakim kini dihadapkan pada tantangan besar untuk membuktikan bahwa ia memiliki kapabilitas sebagai pemimpin yang benar-benar bekerja demi rakyat.
"Pemimpin harus bisa bertanggung jawab, dan jika Lucky Hakim tidak mampu memegang amanah, maka masyarakat perlu lebih berhati-hati dalam memilih pemimpin ke depannya," pungkas Musyanto.