Langkah Caroll Senduk yang secara resmi mendaftar sebagai calon Walikota Tomohon, Sulawesi Utara, menjadi sorota. Langkah itu, ditengarai telah melanggar UU Pilkada.
Pengamat Politik Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Johanes Romeo mengatakan, Caroll yang berstatus petahana diduga telah melanggar Pasal 71 ayat (2) UU 10/2016 tentang Pilkada.
"Aturan itu melarang kepala daerah, termasuk walikota, melakukan rolling jabatan dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon, kecuali dengan izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri," kata Johanes dalam keterangannya, Selasa (3/9).
Johanes mengungkapkan, dugaan pelanggaran ini muncul setelah Caroll melakukan pergantian pejabat pada 22 Maret 2024 tanpa mengantongi izin dari Mendagri.
Aturan ini ditegaskan lebih lanjut oleh Mendagri Tito Karnavian melalui surat nomor 100.2.1.3/1575/SJ tertanggal 29 Maret 2024, yang menguatkan larangan tersebut dan memperjelas kewenangan kepala daerah terkait kepegawaian menjelang Pilkada.
Meskipun demikian, Caroll Senduk menunjukkan sikap optimis dan percaya diri saat mendaftarkan diri di KPU, menandakan komitmennya untuk tetap berpartisipasi dalam kontestasi politik ini.
Johanes mengungkapkan, berdasarkan informasi yang dihimpun, di Sulawesi Utara, terinformasi ada tiga daerah yang melakukan penggantian pejabat dan besar kemungkinan berakibat fatal.
Dikatakan dia, sekalipun Menteri Dalam Negeri Jenderal (Purn) Tito Karnavian telah menganulir atau membatalkan pelantikan pejabat di waktu terlarang itu, tapi tetap penyelenggara Pilkada tidak boleh mengakomodir pencalonan incumbent.
"Saya dapat info. Ada yang sudah menyiapkan anaknya atau istrinya. Ada juga diganti kerabatnya,” ujarnya.
Diketahui, Kepala daerah atau penjabat kepala daerah yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat dapat jelang Pilkada bisa dikenai sanksi pidana. Hal ini sebagaimana diatur di dalam UU 10/2016 tentang Pilkada.
Larangan mutasi ini berlaku 6 bulan terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI.
"Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah)," demikian bunyi pasal 190 UU Pilkada.
Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur bahwa kepala daerah dilakukan mengganti pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.
Dalam hal ini, menteri yang dimaksud adalah Menteri Dalam Negeri.