Gagalnya Anies Baswedan maju pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta, tak bisa disimpulkan golongan putih (golput) atau warga yang tidak memilih akan tinggi.
Pengamat politik Citra Institute, Efriza menilai, kegagalan Anies maju Pilgub DKI Jakarta belum tentu meningkatkan angka golput di Pilgub DKI Jakarta.
"Potensi Golput tinggi rasanya patut dicermati. Tetapi, jika sejak awal sudah diklaim akan tinggi karena Anies tidak nyagub, rasanya ini yang belum tentu," ujar Efriza kepada
RMOL, Senin (2/9).
Menurutnya, ada beberapa alasan yang dapat membantah angka golput bakal tinggi hanya karena Anies tidak ikut kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024.
"Kan belum adanya visi-misi calon yang disampaikan ke KPU (Komisi Pemilihan Umum), diulas di media dan media sosial. Kedua, Anies juga sepertinya tidak akan bersikap netral," tutur Efriza.
Dosen ilmu pemerintahan Universitas Pamulang (UNPAM) itu menyebutkan, tanda-tanda Anies akan golput dalam Pilkada Serentak 2024 bertolak belakang dengan kegiatannya bersama bakal pasangan calon (bapaslon) gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Pramono Anung-Rano Karno.
"Anies sudah menunjukkan sedikit berpihak kepada pasangan Pramono-Rano, dan sudah beredar foto saat Anies bersama Pramono dan Rano di moment CFD (
car free day di Jakarta)," katanya.
Selain itu, Efriza juga meyakini warga DKI yang akan memilih belum mengenal secara mendalam kemampuan kepemimpinan para kandidat. Sebab, sarana sosialisasi calon yang difasilitasi KPU belum juga dilaksanakan di masa sekarang ini.
"Misalnya debat kandidat juga belum dilakukan. Ditambah, jumlah pendukung fanatik Anies dengan pendukung rasional maupun pendukung yang sekadar meramaikan belum bisa digeneralisir," ucapnya.
"Sebab, memungkinkan pendukung yang rasional dan yang sekadar meramaikan seperti yang dinamakan 'Anak Abah' misalnya akan tidak memilih, karena dasar dari pemilihan adalah bersifat rahasia," demikian Efriza menambahkan.