Ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi menjadi pertimbangan pemerintah dalam menentukan target-target dalam RAPBN 2025 termasuk kurs Rupiah.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menanggapi kritikan anggota DPR soal target nilai tukar Rupiah di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025
Menurutnya, risiko ketidakpastian yang sangat tinggi ini perlu diwaspadai.
Nilai tukar rupiah pada RAPBN 2025 ditargetkan sebesar Rp16.100 terhadap dolar Amerika Serikat (AS), lebih tinggi dari target yang ditetapkan pada Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) yang berada pada rentang Rp15.300-Rp15.900.
Menurut Sri Mulyani, Rupiah mengalami penguatan dalam dua minggu terakhir setelah menerima tekanan yang cukup berat pada tiga bulan sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan adanya faktor global yang mempengaruhi nilai tukar mata uang, terutama dari sisi negara maju.
"Kondisi AS dengan defisit APBN mereka yang sangat besar akan mendorong penerbitan surat berharga yang cukup besar, dan ini berpotensi menahan imbal hasil (yield) US Treasury yang akan berimbas kepada banyak surat berhaga negara berkembang, termasuk Indonesia," papar Sri Mulyani.
Suku bunga AS atau Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan akan dipangkas tiga kali pada tahun ini dengan total penurunan 100 basis poin (bps), lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya sebesar 75 bps.
Dengan proyeksi itu, Sri Mulyani optimistis surat berharga RI memiliki daya tarik yang lebih baik dari negara berkembang lainnya.
Target suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun dalam RAPBN 2025 ditetapkan sebesar 7,1 persen.
“Surat berharga Indonesia di antara emerging market memiliki daya tarik yang cukup besar karena fondasi fiskal yang terjaga baik,” ujarnya.
Penguatan rupiah belakangan ini disebut turut ditopang oleh kinerja perekonomian domestik, salah satunya proyeksi neraca pembayaran.