TIDAK bisa dipungkiri kondisi organisasi kemahasiswaan Muhammadiyah akhir-akhir ini sedang panas. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang merupakan salah satu organ ekstra kampus yang tersebar di seluruh penjuru negeri ini tengah dilanda dinamika yang betul-betul harus dinikmati tiap kadernya.
Bagaimana tidak, belum lama DPP IMM yang merupakan tingkatan pusat organisasi merah ini meramaikan jagat maya dengan video "Assalamu’alaikum Mas Kaesang"-nya, kini harus menghadapi fakta bahwa senior-senior kita ini tak memberikan titah turun aksi ketika mahasiswa dan berbagai lapisan masyarakat di Indonesia tengah menyuarakan "Peringatan Darurat Indonesia" beberapa hari belakangan atas kondisi negara dalam upaya mengangkangi konstitusi.
Dengan kondisi ini, tentu saja kader-kader di bawah lebih baik diam saja. Keputusan DPP IMM sudah tepat. Toh senior-senior di pusat ini sudah membuat arahan konsolidasi dan seruan untuk DPD, PC, dan PK se-Indonesia.
Buat apa anak IMM ikut turun aksi kalau DPP bisa turun tangan sendiri dengan melaporkan Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi karena menyetujui revisi aturan yang berbeda dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Tak perlu kita turun aksi, semua sudah dibereskan oleh pimpinan kita dengan cara taktis. Buat apa aksi-aksi segala, buang-buang tenaga dan anggaran. Apalagi kalau ada kader yang bonyok dipukuli aparat ataupun kemudian ditangkap.
Aduh, ini bakal merepotkan Bidang Advokasi Publik dan Bantuan Hukum kalau terjadi. Bikin tambah kerjaan saja.
Jika kader masih ada yang menuduh DPP IMM tak memberi arahan turun aksi karena ada politik kepentingan, berarti kader tersebut tak memahami secara utuh apa itu fungsi menjadi pimpinan. Mereka harus mempertimbangkan dengan matang situasi kondisi demi kepentingan organisasi besar ini. Jangan mengira bahwa mereka hanya memikirkan kepentingannya sendiri, tidak mungkin.
Mana mungkin dengan tak memberi arahan aksi dan para pimpinan DPP bergerak sendiri melaporkan Ketua Baleg DPR RI adalah bentuk egoisme pribadi dan cari panggung. Gila saja tuduhan seperti itu.
Langkah pimpinan kita ini sudah sangat tepat. Tak perlu aksi-aksi yang tak penting berdemo di depan Gedung DPR dan bergabung dengan lapisan masyarakat lainnya, lebih baik bergerak dalam diam dan membawa tim media. Publikasinya akan awet dan bisa dipakai di mana-mana.
Tentu, ini upaya dari DPP IMM untuk membuat ikatan ini semakin dikenal. Tentu saja IMM-nya yang akan dikenal luas, bukan si pelapor. Bukan, ini kepentingan bersama bukan untuk menaikkan nama personal pimpinan. Jangan sembarangan.
Lebih lagi kader yang menuduh bahwa DPP tak memberi arahan turun aksi karena tersandera kepentingan politik. Jangan sembarangan, meski tak ada aksi, DPP membuat kajian kritis dengan mengeluarkan pernyataan sikapnya dalam kondisi dinamika politik Indonesia pasca Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Jangan terus menerus mengkritik DPP IMM tanpa mengetahui sikap yang mereka keluarkan. Ya meskipun kita tahu sebetulnya selain Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang membahas yang mengubah ambang batas pencalonan partai politik, ada satu lagi putusan yang kemudian tak disinggung DPP IMM.
Mereka tak menyinggung mengenai persyaratan batas usia minimal calon kepala daerah dalam Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Kader tentu tak perlu mempermasalahkan hal ini. Tak ada urusan ketika kita hanya ingin memberi pernyataan sikap mengenai satu pasal saja. Apalagi ada yang sampai menghubungkan bahwa DPP IMM tak menyinggung pasal yang membahas persyaratan batas usia minimal dalam Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 karena bakal merugikan Kaesang.
Sungguh keterlaluan betul kader-kader ini, mana mungkin pertimbangan kajian kritis dan konsolidasi organisasi yang sangat matang ini berpihak ke salah satu pihak dan mengorbankan kepentingan masyarakat. Sungguh tak masuk akal.
Perkara kasus "Assalamu’alaikum Mas Kaesang" jangan dihubungkan dengan pernyataan sikap DPP IMM sekarang. Itu sudah berlalu. Jangan terlalu berlebihan menghubung-hubungkan sesuatu.
Mahasiswa tak perlu jadi ahli konspirasi begitu. Pertimbangan pimpinan kita sudah barang tentu mengedepankan aspek keberpihakan pada masyarakat banyak, bukan pada pemodal. Gila saja, mana mungkin organisasi milik kader IMM se-Indonesia ini dijual ke oligarki. Ada-ada saja.
Kader-kader yang terus menerus merongrong keputusan-keputusan DPP ini harusnya sadar diri. Cukup untuk berproses dari bawah. Cari kader sebanyak-banyaknya di komisariat serta cabang dan jangan lupa gembleng mereka untuk jadi kader yang berkualitas.
Kurang support apa pimpinan pusat ke kader di bawah? Tentu sudah banyak yang diberikan untuk memutar roda organisasi di bawah. Tak mungkin DPP hanya menengok ke bawah ketika sedang kontestasi, gila saja. Kok bisa-bisanya sekarang begitu berisiknya mengurusi keputusan yang dibuat pimpinan pusat.
DPP IMM tidak salah, perkara aksi dan tidak aksi ini kan lagi-lagi harus mempertimbangkan banyak hal. Jangan sampai karena membela kepentingan konstitusi malah kepentingan pribadi dikorbankan.
Mohon maaf, kalimat sebelum ini typo, maksud saya sebaliknya. Jangan sampai karena mengurusi kepentingan pribadi lalu kepentingan konstitusi dan rakyat dikorbankan, itu tak ada dalam kamus DPP IMM.
Kader IMM di seluruh Indonesia sebaiknya tenang saja, kita bisa mengawal penguasa dengan dekat dengan mereka. Inilah yang terus diupayakan pimpinan kita di sana. Sungguh upaya mulia untuk mengontrol penguasa dengan sebaik-baiknya.
Kita harus bangga pada DPP IMM periode sekarang. Mereka punya cara yang unik dan progresif untuk mengatasi masalah. Kita wajib apresiasi keputusan mereka. Kader di bawah sudah selayaknya mengapresiasi dengan cara yang sebaik-baiknya.
Kalau kita tak paham pada langkah senior-senior kita, mungkin kita yang kurang ngopi. Senior kita selalu ngopi kapanpun dan dimanapun. Dan juga dengan siapapun. Iya, siapapun.
*
Penulis adalah kader IMM Cabang Ciputat