Tangkapan Layar Faizal Assegaf/RMOL
Dinamika politik jelang Pilkada Jakarta 2024 yang diwarnai dengan adanya upaya penjegalan Anies Baswedan makin membuat panas suasana.
Kritikus politik sekaligus Ketua Umum Partai Negoro Faizal Assegaf menilai bahwa Anies merupakan solusi dari terkekangnya demokrasi oleh para elite partai politik dan rezim pemerintahan.
Menurut Faizal, munculnya beberapa figur elite politik seperti Ridwan Kamil dan Kaesang Pangarep dalam dinamika Pilkada Jakarta seakan dipaksakan oleh elite partai politik yang bertentangan dengan kehendak rakyat.
“Hari ini, semua (figur) itu tidak laku. Misalnya Ridwan Kamil, ini kan politik bajing loncat. Biasanya kalau dia pada satu wilayah, dia calon untuk menurut dia prestasi, maka rakyat di wilayah itu merindukan dia untuk tetap bertahan. Tapi kemudian ada satu semangat untuk menggeser dia di Jakarta. Kemudian orang bertanya apa prestasi Ridwan Kamil di Jakarta,” tegas Faizal dikutip
RMOL dari kanal Youtube
Indonesia Lawyers Club, Jumat (9/8).
Kemudian, Faizal menunjuk nama Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang juga putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep. Menurutnya, Kaesang juga minim prestasi baik di Jakarta maupun Jawa Tengah.
“Begitu juga kalau bicara Kaesang, sebagai anak presiden, dia ketua umum partai. Secara nasional suaranya 2,8 persen. Mau logika dijungkirbalikkan bagaimanapun itu agak susah diterima di Jakarta,” ungkapnya.
Tembakan Faizal selanjutnya mengarah kepada Direktur Indo Barometer, M. Qodari yang dianggapnya kerap memainkan survei untuk mendongkrak elektabilitas putra presiden.
“Oleh sebab itu, Bang Qodari yang biasanya sebagai partner, sebagai jurubicara istana yang menggunakan instrumen survei untuk men-suggest publik terhadap anak presiden dengan prestasi survei, malam ini tidak berani bicara survei,” tegasnya.
pasalnya, sambung Faizal, realitas Anies melampaui survei dan selalu menjadi fokus perbincangan di tengah kemacetan dan kewarasan partai politik dalam sistem rekrutmen calon kepala daerah.
“Karena mungkin mekanisme partai politik di level lokal tidak bekerja secara jujur untuk membaca suara aspirasi dari masyarakat. Jadi kalau kembali ke Jakarta, bukan hanya Anis yang mau dicegah, tapi banyak. Dan hampir semua orang-orang rasional berbicara dengan kecemasan, keprihatinan mengatakan bahwa ini problem kemacetan sistem internal partai yang tidak transparan,” pungkasnya.