Ekonom senior Dradjad Wibowo/Net
Laju manufaktur negara Asia Tenggara (ASEAN) mayoritas merosot. Aktivitas manufaktur Indonesia bahkan tekoreksi Juli lalu.
PMI manufaktur sendiri menggambarkan aktivitas industri pada sebuah negara. Bila aktivitas manufaktur masih kencang maka itu bisa menjadi pertanda jika permintaan masih tinggi sehingga ekonomi cerah.
Ekonom senior Dradjad Wibowo menilai relaksasi impor menyebabkan sebagian pelaku industri di dalam negeri kesulitan untuk bersaing.
Dradjad melihat industri dalam negeri terpukul hingga PMI Manufaktur RI masuk zona kontraksi.
“Masalah tersebut dilematis. Tanpa relaksasi impor, kontainer akan menumpuk di gudang pelabuhan. Lalu lintas barang tersendat, inflasi naik. Rakyat sebagai konsumen dirugikan,” kata Dradjad
Meski begitu, kata Dradjad, menyalahkan relaksasi impor juga bukan pernyataan atau langkah yang bijak. Bahkan bisa ditafsirkan sebagai bentuk ketidakharmonisan kerja antar kementerian/lembaga.
Seharusnya, lanjut Dradjad, yang dilakukan adalah secara bersama-sama mendisain kebijakan sinkron dan optimal antara pengembangan industri dalam negeri, perdagangan luar negeri, serta kepabeanan dan cukai.
Misalnya, regulasi impor apa dan sebesar apa yang optimal bagi konsumen dan produsen domestik sekaligus.
“Apakah bea masuk anti dumping bisa dilakukan untuk komoditi dengan kode HS tertentu. Apakah ada solusi teknis terhadap backlog di pelabuhan. Apakah solusi agar industri domestik lebih bersaing dan tidak hanya mengharapkan proteksi berlebihan,” kata Dradjad.
Kemudian adalah faktor biaya produksi yang di luar kewajaran, atau yang diakibatkan oleh kebijakan negara atau ulah oknum.
“Membongkar ekonomi biaya tinggi dalam proses industri itu akan lebih besar manfaatnya dalam jangka menengah dan panjang dari pada buka tutup relaksasi dan restriksi impor,” demikian Dradjad.