Putusan Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung (MA) dianggap kurang tepat dan sangat bertolak belakang dari fakta persidangan ketika memerintahkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembalikan rumah istri mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo.
Kepala Satgas Penuntutan KPK, Wawan Yunarwanto mengatakan, putusan MA kurang tepat dan sangat bertolak belakang dengan seluruh fakta persidangan yang diungkap Jaksa KPK di sidang.
"Nyatanya terbukti aset-aset terdakwa adalah hasil kejahatan. Di sisi lain, Majelis Hakim tidak memiliki semangat dan pandangan yang sama dalam mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan optimalisasi pemulihan aset," kata Wawan dalam keterangan tertulis, Kamis (25/7).
Wawan menjelaskan, ketika mengajukan memori kasasi ke MA untuk terdakwa Rafael Alun, tim Jaksa KPK telah memberikan argumentasi hukum yang sangat gamblang, dan semuanya diungkap dengan detail berdasarkan alat bukti, di antaranya melalui keterangan saksi-saksi, termasuk dokumen barang bukti yang menerangkan seluruh perbuatan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan Rafael Alun.
"Seyogyanya aset-aset yang dirampas untuk negara dalam tuntutan tim Jaksa didasarkan pada prinsip
crime doesn’t pay, yang artinya jangan sampai para pelaku tindak pidana korupsi dapat menikmati hasil dari kejahatan yang digunakannya," jelas Wawan.
Wawan menegaskan, tim JPU KPK tetap berkeyakinan bahwa aset-aset yang semestinya dirampas bagi negara sebagai hasil korupsi dan TPPU Rafael.
Aset-aset dimaksud, yakni 3 bidang tanah dalam satu hamparan berikut bangunan yang berdiri di atasnya yang beralamat di Jalan Ipda Tut Harsono nomor 72, Kelurahan Muja Muju, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta; 1 bidang tanah dan bangunan di Jalan Simprug Golf Nomor XV nomor 29, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan; dan 1 bidang tanah di Jalan Santan 1 Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman.
"Kami pun mengingat dan mencatat jelas amar putusan tingkat pertama dan kedua kaitan pengembalian aset-aset tersebut telah bertentangan antara amar dengan pertimbangan yang disusun oleh Majelis Hakim sendiri," katanya.
"Dan tim Jaksa dapat sangat yakin mampu membuktikan bahwa materiil kepemilikan harta terdakwa dengan kesengajaan secara sadar disamarkan menggunakan nama Ibunya," pungkas Wawan.
Pada Selasa (16/7), MA telah membacakan putusan Kasasi dengan nomor perkara 4101 K/Pid.Sus/2024 yang diketuai oleh Dwiarso Budi Santiarto didampingi Anggota Majelis 1 Arizon Mega Jaya, Anggota Majelis 2 Noor Edi Yono, dan Panitera Pengganti Sri Indah Rahmawati. MA menyatakan menolak permohonan JPU KPK dan permohonan terdakwa Rafael Alun.
"Tolak dengan perbaikan status BB (barang bukti)" bunyi putusan seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL di website Kepaniteraan MA, Rabu (24/7).
MA memerintahkan agar BB perkara TPPU nomor 434 dan 436 dikembalikan kepada BB tersebut disita, dan BB perkara gratifikasi nomor 552/perkara TPPU nomor 412 dikembalikan kepada terdakwa Rafael Alun.
Di mana, BB perkara TPPU nomor 434 berupa uang tunai senilai Rp199.970.000 yang berasal dari pencairan deposito berjangka atas nama Ernie Meike Torondek. Sedangkan BB perkara TPPU nomor 436 berupa uang tunai senilai Rp19.892.905,70 yang berasal dari rekening tabungan atas nama Ernie Meike Torondok.
Selanjutnya BB perkara gratifikasi nomor 552/perkara TPPU nomor 412 berupa satu bidang tanah berikut bangunan rumah yang berdiri di atasnya di Jalan Simprug Golf, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dengan luas 766 meter persegi atas nama Ernie Meike.
Sebelumnya pada Senin (8/1), Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman untuk Rafael Alun dengan pidana penjara selama 14 tahun, serta denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan.
Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Rafael Alun berupa uang pengganti sebesar Rp10.079.095.519 subsider 3 tahun kurungan.
Putusan tersebut diketahui hampir sama dengan tuntutan tim JPU KPK yang menuntut agar Rafael Alun dipidana penjara selama 14 tahun.
Namun demikian, pidana denda yang dijatuhkan Majelis Hakim lebih rendah dibanding tuntutan JPU, yakni menuntut agar Rafael Alun didenda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Bukan hanya itu, putusan Majelis Hakim soal pidana tambahan berupa membayar uang pengganti juga lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut agar Rafael membayar uang pengganti sebesar Rp18.994.806.137 subsider 3 tahun kurungan.
Dalam perkaranya, Majelis Hakim menyatakan bahwa Rafael Alun hanya terbukti menerima gratifikasi dari PT Artha Mega Ekadhana (Arme) yang merupakan perusahaan miliknya bersama-sama dengan istrinya, Ernie Meike Torondek sebesar Rp10.079.055.519.
Selain itu kata Hakim, Rafael juga telah melakukan penerimaan berkaitan dengan jabatannya sebesar Rp47.701.559.000 (Rp47,7 miliar).
Kemudian, Rafael juga terbukti menerima uang valas sebesar 2.098.365 dolar Singapura atau setara Rp24.494.298.579,60 (Rp24,4 miliar), 937.900 dolar AS atau setara Rp14.579.045.865,00 (Rp14,5 miliar), dan 9.800 Euro atau setara Rp166.473.568,63 (Rp166,4 juta). Sehingga, total penerimaan gratifikasi dan TPPU Rafael sebesar Rp97.020.432.532,2 (Rp97 miliar).
Atas putusan itu, Rafael mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Akan tetapi, Majelis Hakim menolak banding Rafael dan tetap divonis 14 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan pada Kamis (7/3). Rafael Alun juga tetap dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp10.079.095.519.