Berita

Resor mewah bintang lima di Labuan Bajo, Ta'aktana a Luxury Collection Resort & Spa/Net

Hukum

PT NRC Siap Bersidang Lagi Terkait Resort Mewah di Labuan Bajo

JUMAT, 19 JULI 2024 | 01:30 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Pembangunan resort mewah bintang lima di Labuan Bajo, Ta'aktana a Luxury Collection Resort & Spa, masih menghadapi masalah serius. 

Pasalnya, PT Nusa Raya Cipta (NRC) Tbk, selaku kontraktor utama proyek ini akan kembali melanjutkan sidang perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) karena mediasi gagal mencapai kesepakatan.

Kuasa hukum PT NRC, Ferry Ricardo, mengungkapkan hari ini merupakan Pemeriksaan persidangan dimulai, namun sidang mediasi itu tidak berhasil. 


“Jadi majelis hakim melanjutkan sidang ini untuk melakukan acara pemeriksaan pokok perkara. Nah hari ini agendanya adalah pembacaan gugatan, dan pemberian jadwal sidang selanjutnya menunggu sampai putusan sela," kata Kuasa Hukum Penggugat, pada Kamis (18/7).

Dimulai hari ini dan dua Minggu ke depan atau pada 27 Juli 2024 pihak tergugat yang terdiri dari PT Fortuna Paradiso Optima (FPO), Direktur Utama FPO Renaldus Iwan Sumarta, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), hingga PT Marriot International Indonesia akan segera memberikan jawaban.

Pihak PT NRC selaku penggugat sendiri meyakini bahwa ada dugaan Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh para tergugat selaku pemberi kerja di proyek pembangunan resort mewah di Labuan Bajo NTT.

Untuk itu, PT NRC meminta agar kerjasama dikembalikan sesuai dengan kontrak awal, termasuk urusan denda. 

Sebagai informasi, proyek pembangunan resort mewah bintang lima pertama di Labuan Bajo ini masih bermasalah, karena penyelesaian pembayaran terhadap kontraktor sampai saat ini belum dilakukan, meski operasional hotel telah diresmikan dan berjalan sejak 31 Mei 2024.

Kuasa hukum PT NRC menuduh para tergugat bertindak sewenang-wenang dengan memberlakukan denda keterlambatan yang mencapai 25 persen dari seluruh nilai pekerjaan yang dibebankan kepada kontraktor.

Pengenaan denda itu jauh melebihi kesepakatan dalam Perjanjian Kerja Sama Borongan No: 081/FPO/VI/20 pada 6 Juni 2022, yang menyebut denda maksimal hanya 5 persen dari nilai pekerjaan sebelum PPN, sehingga diduga melawan hukum.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya