Untuk melindungi kedaulatannya, pemerintah Norwegia memutuskan melarang penjualan tanah milik pribadi di sebuah wilayah strategis Svalbard di Arktik.
Properti Sore Fagerfjord terpencil di barat daya Svalbard dengan daratan dipenuhi gletser seluas 60 kilometer persegi dijual seharga 300 juta euro (Rp5,2 triliun).
Tetapi penjualannya tidak mendapat izin dari pemerintah Norwegia karena dikhawatirkan akan diakuisisi pihak asing, salah satunya China.
Menteri Perdagangan dan Perindustrian Cecilie Myrseth menjelaskan bahwa pemilik Sore Fagerfjord sudah mulai terbuka untuk menjualnya, tetapi tindakan ini dikhawatirkan mampu mengancam kedaulatan Norwegia.
“Hal ini dapat mengganggu stabilitas di kawasan dan berpotensi mengancam kepentingan Norwegia,” tegasnya, seperti dimuat
AFP pada Selasa (2/7).
Pengacara Per Kyllingstad, yang mewakili para penjual mengatakan kliennya telah menerima tawaran dari dari calon pembeli China yang ingin memiliki properti di Arktik dan Svalbard.
"Sebidang tanah tersebut merupakan kesempatan langka, sepengetahuan kami, tanah pribadi itu terakhir di High Arctic di dunia,” ungkapnya.
Svalbard terletak di tengah-tengah antara daratan Norwegia dan Kutub Utara, di kawasan Arktik yang telah menjadi titik panas geopolitik dan ekonomi seiring dengan mencairnya es dan hubungan yang semakin dingin antara Rusia dan negara-negara Barat.
Kepulauan es ini diatur berdasarkan kerangka hukum yang tidak biasa yang memungkinkan entitas asing mendapatkan pijakan di wilayah tersebut.
Sebuah perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1920 mengakui kedaulatan Norwegia atas wilayah tersebut. Tetapi perjanjian itu juga memberikan warga negara yang menandatanganinya, termasuk Rusia dan China hak yang sama untuk mengeksploitasi sumber daya mineralnya.
Rusia, misalnya, telah mempertahankan komunitas pertambangan batu bara di Svalbard, melalui perusahaan milik negara Trust Arktikugol, selama beberapa dekade.
Namun Norwegia, yang ingin melindungi kedaulatannya, tidak akan senang jika properti tersebut jatuh ke tangan asing. Sehingga proses penjualan harus berdasarkan persetujuan negara berdasarkan undang-undang keamanan nasional.