Berita

Ilustrasi Foto/Net

Nusantara

Respons Isu Perubahan Iklim

32 Lembaga Layangkan Surat Terbuka ke Pemerintah soal NDC

MINGGU, 30 JUNI 2024 | 01:16 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen menangani krisis iklim dengan menyusun dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), mulai dari NDC Pertama (First NDC), Updated NDC, hingga yang terbaru, Enhanced NDC.

Namun, sejumlah lembaga perwakilan masyarakat menilai bahwa penyusunan dokumen NDC di Indonesia belum sepenuhnya mencerminkan prinsip transparansi dan partisipasi yang inklusif dan bermakna, terutama bagi masyarakat yang terdampak dan pihak-pihak non-pemerintah pusat yang lazim disebut sebagai Non-Party Stakeholders atau NPS.

Dalam momentum penyusunan dokumen Second NDC (SNDC), Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah serius untuk melibatkan kelompok yang paling berisiko terkena dampak perubahan iklim seperti nelayan tradisional, petani, masyarakat adat, perempuan, orang dengan disabilitas, anak-anak dan lansia dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan iklim di Indonesia.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif MADANI Berkelanjutan, Nadia Hadad yang mendukung penuh  masyarakat rentan dalam menyuarakan aspirasi mereka dalam Surat Terbuka Lindungi Rakyat Indonesia Hari Ini dan Esok: Pastikan Partisipasi Bermakna dalam Penyusunan Komitmen Iklim Indonesia (Second NDC).
 
“Dokumen NDC kedua Indonesia ini seharusnya tidak hanya ambisius, namun juga memuat komitmen yang konkret serta dilakukan melalui proses yang partisipatif, inklusif, dan adil,” kata Nadia dalam keterangannya, Sabtu (29/6).

“Untuk mencapai hal tersebut, dimensi keadilan iklim yang mencakup keadilan distributif, keadilan rekognitif, keadilan prosedural, keadilan restoratif-korektif, dan keadilan gender semestinya secara otomatis dilakukan dan disediakan oleh pemerintah guna pemenuhan hak asasi kepada warga negara sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi,” tambahnya.
 
Direktur Eksekutif Yayasan Pikul, Torry Kuswardono menilai aksi-aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim memberikan dampak bagi masyarakat dan lingkungan hidup.

Pasalnya, cuaca ekstrem, kekeringan, banjir, gelombang pasang, penurunan muka tanah, dan kebakaran hutan dan lahan telah membuat banyak orang kehilangan tempat tinggal, memakan banyak korban jiwa, merusak mata pencaharian nelayan, petani, masyarakat adat, bahkan melumpuhkan perekonomian lokal.

“Orang dengan disabilitas, perempuan, anak-anak dan lansia, masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan, petani kecil, dan nelayan tradisional menanggung beban yang jauh lebih berat karena kurangnya kemampuan dan dukungan bagi mereka untuk bertahan,” kata Torry.
 
Ketua Solidaritas Perempuan, Armayanti Sanusi, mengatakan fakta mengenai tahapan penyusunan dokumen NDC masih mendiskriminasi perempuan untuk dapat terlibat secara bermakna di dalam seluruh tahapan perencanaan hingga monitoring adaptasi dan mitigasi iklim di Indonesia.

Lebih lanjut lagi, sambung dia, skema mitigasi masih lebih dikedepankan oleh pemerintah Indonesia, dibandingkan skema adaptasi yang dibutuhkan oleh perempuan untuk bertahan dalam situasi krisis iklim dan bencana.

“Padahal perempuan memiliki inisiatif dan pengetahuan lokal dalam merespon situasi krisis iklim di Indonesia. Proyek hilirisasi energi Geothermal, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang diklaim pemerintah sebagai transisi energi bersih justru menempatkan perempuan pada situasi berlapis akibat masifnya perampasan, penggusuran ruang hidup perempuan, hingga penghilangan pengetahuan dan kearifan lokal  yang menciptakan berbagai ketimpangan dan feminisasi pemiskinan struktural bagi perempuan petani, nelayan dan perempuan adat,” jelas Armayanti.

Presiden Pergerakan Disabilitas dan Lanjut Usia (DILANS) Indonesia, Farhan Helmy membeberkan bahwa jumlah warga lansia dan difabel di Indonesia sekitar 50 juta orang. Sementara di dunia hampir mendekati 2 miliar orang.

“Sudah sepantasnya mereka terlibat di dalam seluruh proses pengambilan keputusan," ujar Farhan yang juga sekaligus Kepala Sekolah Thamrin School of Climate Change and Sustainability.

"Proses penyusunan NDC yang kedua tidak menunjukkan adanya keberpihakan pada keadilan iklim bagi warga rentan ini. Prinsip “No One Left Behind” dan “Nothing About Us Without Us” tidak terlihat, dan mungkin juga tidak dipahami dalam merepresentasikannya," tambah dia.
 
Surat terbuka ini ditujukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang ditandatangani oleh 32 lembaga perwakilan Masyarakat sipil yang banyak bergerak di krisis iklim.

Lembaga-lembaga tersebut adalah 350.org Indonesia,  Aksi! for gender, social and ecological justice,  Bengkel Advokasi Pemberdayaan. dan Pengembangan Kampung (Bengkel APPeK),  Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Climate Rangers Jakarta, Extinction Rebellion Indonesia, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI), Koaksi Indonesia dan Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi.

Selanjutnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Konsorsium untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi (KONSEPSI), Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M), Lembaga Transform NTB, Pergerakan Disabilitas dan Lanjut Usia (DILANS) Indonesia, Perkumpulan HuMa Indonesia, Perkumpulan Jiwa Sehat (PJS), Persekutuan Perempuan Adat Nusantara (PEREMPUAN AMAN), Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Solidaritas Perempuan (SP), Thamrin School of Climate Change and Sustainability, Working Group ICCAs Indonesia (WGII), YAKKUM Emergency Unit (YEU), Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis), Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS), Yayasan PIKUL

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

BRI Salurkan KUR Rp27,72 Triliun dalam 2 Bulan

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

Badai Alfred Mengamuk di Queensland, Ribuan Rumah Gelap Gulita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

DPR Cek Kesiapan Anggaran PSU Pilkada 2025

Senin, 10 Maret 2025 | 11:36

Rupiah Loyo ke Rp16.300 Hari Ini

Senin, 10 Maret 2025 | 11:24

Elon Musk: AS Harus Keluar dari NATO Supaya Berhenti Biayai Keamanan Eropa

Senin, 10 Maret 2025 | 11:22

Presiden Prabowo Diharapkan Jamu 38 Bhikkhu Thudong

Senin, 10 Maret 2025 | 11:19

Harga Emas Antam Merangkak Naik, Cek Daftar Lengkapnya

Senin, 10 Maret 2025 | 11:16

Polisi Harus Usut Tuntas Korupsi Isi MinyaKita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:08

Pasar Minyak Masih Terdampak Kebijakan Tarif AS, Harga Turun di Senin Pagi

Senin, 10 Maret 2025 | 11:06

Lebaran di Jakarta Tetap Seru Meski Ditinggal Pemudik

Senin, 10 Maret 2025 | 10:50

Selengkapnya