Nilai tukar mata uang Jepang (JPY) melorot jauh terhadap dolar untuk pertama kalinya sejak tahun 1986.
Yen jatuh di level 161,15 per dolar pada Jumat pagi (28/6).
Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki mengatakan bahwa pihak berwenang sangat prihatin tentang dampak pergerakan valuta asing yang "cepat" terhadap perekonomian.
Berbicara pada konferensi pers reguler, Suzuki mengatakan pihak berwenang akan merespons dengan tepat terhadap pergerakan mata uang yang berlebihan. Dia menambahkan bahwa otoritas akan menjaga kepercayaan terhadap mata uang Jepang.
Pelemahan yen tak berhenti meski imbal hasil US Treasury turun pada perdagangan semalam dan data yang menunjukkan kenaikan harga konsumen yang solid di Tokyo.
Pejabat Kementerian Keuangan telah meningkatkan peringatan terhadap pelemahan yen minggu ini. Peringatan ini menandakan kesiapan untuk melakukan intervensi di pasar mata uang.
Otoritas Jepang menghadapi tekanan baru untuk membendung penurunan tajam yen. Para pedagang fokus pada perbedaan suku bunga antara Jepang dan Amerika Serikat.
Pemerintah Jepang menghabiskan 9,8 triliun yen atau sekitar Rp997,5 triliun untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing pada akhir April dan awal Mei setelah mata uang Jepang mencapai titik terendah dalam 34 tahun di 160,245 per dolar pada 29 April.
Nikkei melaporkan, selama akhir pekan mata uang Jepang merosot sekitar 1 yen terhadap dolar karena kekhawatiran mengenai ketidakpastian politik Eropa menyebabkan pembelian dolar.
Dolar juga naik setelah S&P merilis laporan yang menunjukkan bahwa indeks manajer pembelian gabungan AS telah merangkak ke level tertinggi dalam 26 bulan, menunjukkan bahwa aktivitas bisnis terus berkembang pada kecepatan yang sehat.
Setelah yen jatuh ke level terendah dalam 37 tahun, Masato Kanda, diplomat mata uang utama Jepang, berkomentar bahwa pelemahan yen tidak dapat dibenarkan dan pihak berwenang sangat prihatin dan waspada.
“Kami akan dengan tegas menanggapi tindakan yang terlalu cepat atau didorong oleh spekulan," kata Kanda.