Berita

Pria Yahudi ultra-Ortodoks bentrok dengan petugas polisi selama protes menentang wajib militer Israel di Bnei Brak, Israel/Net

Dunia

Israel Wajibkan Penganut Yahudi Ultra-Ortodoks Ikut Perang

RABU, 26 JUNI 2024 | 18:40 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Di tengah perang yang sedang memanas di Jalur Gaza dan perbatasan utara dekat Lebanon, Mahkamah Agung Israel memutuskan mencabut hak pengecualian wajib militer bagi pria penganut Yahudi Ultra-Ortodoks.

Yahudi Ultra-Ortodoks merupakan salah satu dari beberapa kelompok dalam Yudaisme Ortodoks yang secara ketat menjalankan hukum agama Yahudi dan memisahkan diri dari masyarakat non-Yahudi serta dari orang Yahudi yang tidak mengikuti hukum agama seketat mereka.

Keputusan bulat dari pengadilan tersebut pada akhirnya mewajibkan pada pria Ultra-Ortodoks mengikuti pelatihan militer dan sewaktu-waktu bisa dikerahkan untuk berperang di garis depan.


"Pengadilan menyatakan bahwa dengan tidak adanya undang-undang khusus, undang-undang wajib militer berlaku sama bagi semua warga negara, termasuk ultra-Ortodoks," ungkap keputusan tersebut, seperti dimuat Euro News pada Rabu (25/6).

Pencabutan hak istimewa tersebut akan berdampak pada koalisi PM Netanyahu di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza.

Partai-partai ultra-Ortodoks yang berpengaruh secara politik, yang merupakan bagian integral dari koalisi Netanyahu, menentang perubahan tersebut dan mungkin meninggalkan koalisi jika pengecualian tersebut berakhir, sehingga berpotensi menyebabkan pemerintahan runtuh.

Komunitas ultra-Ortodoks memandang studi agama penuh waktu sebagai kontribusi mereka kepada negara dan khawatir bahwa dinas militer dapat menyebabkan penyimpangan dari ketaatan beragama mereka yang ketat.

Komunitas ultra-Ortodoks dapat menyumbangkan sekitar 13.000 pria dalam usia wajib militer setiap tahunnya, yang berarti totalnya kurang dari 10 persen dari mereka yang saat ini terdaftar dalam wajib militer.

Selain wajib militer, Pengadilan juga memutuskan untuk mempertahankan penangguhan subsidi negara untuk tempat belajar bagi laki-laki ultra-Ortodoks.

Keputusan tersebut bisa menyebabkan peningkatan ketegangan dalam koalisi dan menambah tekanan pada anggota parlemen dari para pemimpin agama dan konstituen mereka.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya