Berita

Gubernur Jawa Barat 2018-2023 Ridwan Kamil/Ist

Publika

Jangan Paksa Ridwan Kamil Nyagub di Jakarta

OLEH: TONY ROSYID*
KAMIS, 20 JUNI 2024 | 01:31 WIB

DI Jawa Barat, Ridwan Kamil moncer. Tokoh paling populer dengan elektabilitas paling tinggi.

Sebagai incumbent, kans Ridwan Kamil memenangi Pilgub Jawa Barat sangat besar. Boleh dibilang tidak ada lawan yang seimbang. Selama ada Ridwan Kamil, belum ada tokoh yang potensial memenangi Pilgub Jawa Barat.

Di sisi lain, Gerindra bernafsu usung kadernya yaitu Dedi Mulyadi untuk maju di Pilgub Jawa Barat. Dedi Mulyadi akan dipasangkan dengan Bima Arya Sugiarto, kader PAN.

Selama masih ada Ridwan Kamil, kans pasangan Dedi Mulyadi-Bima Arya untuk memenangkan laga Pilgub di Jawa Barat cukup berat. Karena itu, Gerindra dan PAN ngotot mendorong Ridwan Kamil ke Jakarta. Meninggalkan Jawa Barat untuk diisi pasangan Dedi Mulyadi-Bima Arya.

Ingat pernyataan Zulkifli Hasan, ketua umu PAN beberapa waktu lalu, bahwa Presiden Jokowi tidak menghendaki Kaesang Pangarep maju di Pilgub Jakarta.

Kita bisa tebak arah dari ucapan Zulkifli Hasan ini. Dengan membuka informasi ini, Zulkifli seperti ingin menutup ruang bagi Kaesang maju di Jakarta. Karena yang dikehendaki Zulkifli adalah Ridwan Kamil.

Dengan Ridwan Kamil maju di Pilgub Jakarta, maka Zulkifli bisa mendorong Bima Arya yang dipasangkan dengan Dedi Mulyadi masuk Jawa Barat.

Nampaknya, Zulkifli masih nggak paham kalau Jokowi adalah politiku paling ulung. Arah politik Jokowi paling sulit ditebak. Tahu-tahu di ujung, bukan Ridwan Kamil yang diusung, tapi Kaesang. Inilah hebatnya Jokowi yang "unpredictable".

DPP Golkar sendiri nampak ragu. Kenapa? Pertama, dengan tetap memajukan Ridwan Kamil di Jawa Barat, maka peluang menang tentu jauh lebih besar. Golkar perlu menjaga Jawa Barat, karena provinsi ini punya pemilih terbesar di seluruh Indonesia, yaitu 35,7 juta.

Kedua, elektabilitas Ridwan Kamil masih jauh di bawah Anies Baswedan. Meski tetap terbuka peluang bagi Ridwan Kamil untuk bisa menang melawan Anies. Terutama jika ada dukungan "totalitas" dari penguasa.

Yang pasti, jika Ridwan Kamil maksain ke Jakarta, mantan Gubernur Jabar ini harus siap berkeringat, bahkan berdarah-darah. Pertarungan yang tidak mudah.

Konstelasi Jakarta beda dengan Jawa Barat. Arenanya lebih kecil sehingga setiap kecurangan relatif bisa dipantau. Mesin politik PKS dan PDIP diprediksi bisa mengatasinya

Akankah ada tawaran menggiurkan buat Golkar sehingga merelakan Ridwan Kamil hengkang dari Jawa Barat dan migrasi ke Jakarta? Penguasa punya segalanya, apa yang nggak bisa ditawarkan oleh penguasa.

Tapi satu hal, jika pemerintahan Prabowo Subianto yang November nanti baru berusia sekitar satu bulan itu ikut cawe-cawe di pilkada, ini bisa menjadi preseden buruk dan kontra-produktif bagi masa depan pemerintahan pengganti Jokowi tersebut.

Jika di awal pemerintahannya Prabowo sudah menciptakan kegaduhan, maka ia akan kehilangan dukungan dan simpati rakyat. Dan ini berefek pada lahirnya ketegangan demi ketegangan di masa depan.

Majunya Basuki Tjahaja Purnama alas Ahok dengan dukungan penguasa di Pilgub 2017 telah menciptakan ketegangan dan keterbelahan hingga 2024. Tujuh tahun Indonesia gaduh.

Kalau anda berasumsi bahwa ketegangan dan keterbelahan itu efek dari 212, saya rekomendasikan anda belajar lebih banyak lagi tentang teori konflik. Sehingga anda bisa menguji validitas sumber konflik yang lebih akurat.

Sumber konflik itu ketidakadilan. Ibnu Khaldun, Bapak Sosiologi sudah berabad-abad lalu mengatakan ini. Kalau di pilkada November nanti ada ketidakadilan, maka akan muncul kegaduhan dan keterbelahan di hari-hari ke depan. Jangan cari kambing hitam untuk dijadikan penyebabnya.

Ridwan Kamil bisa dan berhak maju di mana saja. Tapi, instrumen negara tidak boleh ikut bekerja buat pemenangan. Penguasa harus netral. Kalau tidak, ini akan jadi sumber konflik. Efeknya, 5-10 tahun kepemimpinan Prabowo akan penuh ketegangan dan keterbelahan.

*Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Populer

Pengamat: Kembalikan Citra, Hery Gunardi Pantas Dicopot Jadi Dirut BSI

Sabtu, 22 Juni 2024 | 19:46

Bermain Imbang Tanpa Gol, Laga Prancis Vs Belanda Diwarnai Kontroversi

Sabtu, 22 Juni 2024 | 04:09

Bey Machmudin Ingatkan Warga Jangan Coba-coba Mengakali PPDB

Selasa, 25 Juni 2024 | 03:45

Bey Ingatkan Gen Z Tak Jadikan Lansia Tulang Punggung Keluarga

Kamis, 20 Juni 2024 | 06:00

Bey Machmudin akan Serius Tangani Judi Online di Jabar yang Tembus Rp3,8 T

Rabu, 26 Juni 2024 | 18:20

Bey Perintahkan Pemkot Bandung Pulihkan Sungai Citarum

Kamis, 20 Juni 2024 | 03:00

Wali Kota Semarang Gratiskan Biaya di 41 SMP Swasta

Minggu, 23 Juni 2024 | 00:46

UPDATE

Ekonom KAHMI Dorong Pembentukan Badan Penerimaan Negara

Minggu, 30 Juni 2024 | 05:54

Judi Online Punya Tingkat Kerusakan yang Sama dengan Narkoba

Minggu, 30 Juni 2024 | 05:19

Berlibur ke Pulau Pramuka

Minggu, 30 Juni 2024 | 04:49

Rekrutmen Afirmatif TNI-Polri Berpotensi Ancaman Serius

Minggu, 30 Juni 2024 | 04:29

Peretasan PDN Hambat Sertifikasi Halal Pelaku Usaha

Minggu, 30 Juni 2024 | 03:59

Guskamla Koarmada III Gelar Lomba Trengginas Bahari di Biak

Minggu, 30 Juni 2024 | 03:49

Genjot Ekonomi Warga, Telkom Rekonstruksi Jembatan Gantung Desa Cimahpar

Minggu, 30 Juni 2024 | 03:29

Pakar Soroti Masalah Rekrutmen Afirmatif TNI-Polri Asal Papua

Minggu, 30 Juni 2024 | 02:59

Jumlah Nelayan Bakal Tergerus Akibat Perubahan Iklim

Minggu, 30 Juni 2024 | 02:40

PKS: Kalau Negara Tidak Merasa Bersalah, Berarti Ada yang Sakit

Minggu, 30 Juni 2024 | 02:16

Selengkapnya