Sekretaris Pendiri IAW Iskandar Sitorus (kemeja merah) saat akan masuk ke gedung KPK, Senin 20 Mei 2024/RMOL
Kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Bangun Askrida mendapat perhatian pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus korupsi Askrida ditaksir merugikan negara lebih dari Rp 4 triliun.
"Saya sudah sampaikan ke pimpinan untuk disikapi," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Kamis (30/5).
Dugaan korupsi di Askrida dilaporkan Indonesia Audit Watch ke KPK pada 17 Maret 2023. Meski begitu hingga kini penanganan kasusnya tidak jelas.
Padahal selain menyerahkan hasil audit, laporan keuangan serta dokumen korespondensi bank pengaduan dilengkapi keterangan whistleblower.
"Perlu dipanggil Dir PLPM untuk ekspos," kata Tanak. Dir PLPM yang dimaksud adalah Direktur Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat.
Dugaan korupsi Askrida dilaporkan IAW terjadi dalam kurun 2018-2022. Selama periode itu, atas perintah jajaran komisaris, diserahkan komisi Rp 4,405 triliun kepada kepala daerah pemilik saham Askrida.
Sekretaris IAW Iskandar Sitorus mendatangi Gedung KPK, Senin (20/5) pekan lalu. Ia meminta penjelasan mengenai perkembangan penanganan kasus yang dilaporkannya.
"Dalihnya, membayar biaya komisi padahal perusahaan memiliki utang atau tunggakan klaim Rp 2,3 triliun kepada Bank Mandiri dan Bank Mandiri Taspen yang tidak dicatatkan dibayar sejak 2018," kata Iskandar kepada media menjelaskan modus korupsi yang diduga terjadi di Askrida usai diterima bagian Dumas KPK.
Saham Askrida diketahui dimiliki sejumlah Pemda/BUMD. Salah satu isu yang disorot yakni penerimaan komisi dengan tidak patut dan sah oleh empat kepala daerah.
Catatan tentang komisi yang diserahterimakan dalam bentuk cash tersebut sudah dipegang Otoritas Jasa Keuangan.
Berdasarkan catatan yang sama IAW menyebut komisi dibagikan untuk dan atas nama Mahyeldi selaku gubernur Sumatera Barat, Ridawan Kamil gubernur Jawa Barat, Anies Baswedan gubernur Jakarta, Ganjar Pranowo gubernur Jawa Tengah. Masing-masing menerima komisi kurang lebih Rp 400 miliar, Rp 500 miliar, Rp 800 miliar dan Rp 400 miliar.
"Tidak mencatatkan tunggakan selama bertahun-tahun di dalam laporan keuangan menyalahi aturan OJK. Tidak bisa dimaklumi dari perspektif perundangan tunggakan klaim sengaja disembunyikan,"katanya.
"Menyembunyikan sama dengan merekayasa. Lebih memprihatikan selama lima tahun Askrida rajin mengeluarkan biaya komisi yang jumlahnya super besar daripada laba," jelas Iskandar.
Ia pun berharap KPK melakukan penyelidikan. Selain direksi Askrida pihak yang di antaranya perlu diperiksa adalah kepala daerah yang menerima komisi.
"Tentu penyimpangan yang terjadi memiliki konsekuensi hukum baik dari sisi pidana umum, pidana korupsi. Sudah selayaknya seperti imbauan KPK yang mengajak peran serta publik dalam kaitan pemberantasan korupsi maka ideal seluruh pemimpin daerah yang ikut dalam kepemilikan saham Askrida segera diperiksa," tukas Iskandar Sitorus.