Partai pemenang pemilu legislatif DPR melaksanakan agenda pertemuan nasional yakni Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang berlangsung di Jakarta mulai dari 24- 26 Mei.
Pertemuan ini menjadi sangat menarik untuk ditunggu publik terkait keputusan apa yang hendak diambil usai kekalahan dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
Pengamat politik Samuel F Silaen menyatakan meskipun PDIP kalah Pilpres 2024, namun masih bisa berbangga hati karena masih bisa menang di pemilu legislatif.
“Partai politik ini bener bener mengalami turbulensi akibat 'cawe-cawe' penguasa, meski tidak dapat dibuktikan secara faktual, namun dampaknya begitu mengguncang kebatinan internal partai. Namun demikian dengan raihan kursi DPR yang masih bisa dipertahankan menandakan bahwa partai kokoh berdiri berkah ideologi yang disemai di sanubari pemilih," ungkap Samuel kepada redaksi, Minggu (26/5).
“Ada yang bertanya Keputusan besar apa yang hendak diambil lewat pertemuan rakernas ke 5 ini, sesuatu yang sangat ditunggu publik ialah apakah PDIP jadi oposisi? Atau malah tergiur dengan rayuan dan sedikit intimidasi oleh penguasa lewat narasi yang disemburkan ke publik secara masif, bahkan sedikit mengancam partai politik pemenang pemilu legislatif 2024 ini," beber ketum organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) itu.
Menurut dia, bangunan Trias Politica memiliki substansi sebagai pemisahan kekuasaan, bukan pembagian kekuasaan.
“Ini diyakini sebagai kesalahan yang berakibat fatal, dalam konteks menyeluruh di berbagai cabang kekuasaan yang ada di bangsa Indonesia ini. Jadi apapun dilakukan pembagian termasuk adanya bagi-bagi 'komisi' alias 'presentasi'," kritik alumni Lemhanas Pemuda 2009 itu.
Lanjut dia, pemisahan cabang kekuasaan adalah sebuah prinsip di mana kekuasaan negara sebaiknya tidak diserahkan kepada orang atau satu badan saja.
“Tujuannya untuk mencegah kekuasaan negara yang bersifat absolut lalu kemudian dikembangkan oleh Montesquieu dalam bukunya yang berjudul L'Esprit des Lois. Inilah rujukan yang harus dilakukan agar negara dapat menghadirkan kesejahteraan rakyat," ucap Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana).
Tegas dia, bagaimanapun juga demokrasi itu butuh kekuatan politik penyeimbang terhadap pemerintah yang sedang berkuasa. Kekuasaan yang tidak dikontrol maka akan cenderung koruptif dalam menjalankan kekuasaannya.
“Bila kekuasaan politik tidak ada penyeimbang maka buat apa menganut konsep sistem demokrasi, rugi dong, kalau begitu, gantian saja," kritik mantan fungsionaris DPP KNPI itu.
Alam demokrasi akan mati jika partai politik yang kalah masuk ke pemerintahan, apalagi sampai 'paslon'-nya juga ikut gabung, maka akan terjadi 'patgulipat' dalam menjalankan roda pemerintahannya.
“Akhirnya yang jadi korban atau dikorbankan adalah nasib rakyat banyak. Meskipun seribu alasan untuk membenarkan narasi atau diksi politik bahwa tidak perlu oposisi itu, maka akhirnya akan ke laut dan tenggelam," tandasnya.