Syahrul Yasin Limpo saat mengenalkan food estate bersama Presiden Joko Widodo/Net
Kementerian Pertanian (Kementan) era Syahrul Yasin Limpo (SYL) mendapat status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Padahal, di kemudian hari, SYL menjadi tersangka KPK kasus korupsi pengadaan barang di lingkungan Kementan.
Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai bahwa status WTP tersebut patut dicurigai, termasuk proyek pemerintah food estate yang dinilai sarat korupsi.
Pernyataan Uchok ini mengkonfirmasi adanya dugaan keterlibatan anggota BPK dalam menerbitkan WTP untuk Kementan di era SYL.
"KPK harus membuka penyidikan baru karena adanya temuan baru yaitu disebutnya nama anggota baru BPK Haerul Saleh dan terbukanya kasus baru yaitu program
food estate di Kementan," tutur Uchok kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/5).
"Apalagi ternyata proyek
food estate ini kurang kelengkapan dokumennya," tambahnya.
Menurut dia, ketidaklengkapan dokumen dan administrasi ini menjadi awal terjadinya korupsi.
"Korupsi dimulai dari tidak adanya dokumentasi. Dan dugaan pemerasan dan gratifikasi dalam proyek
food estate ini yang harus diungkap," tegasnya.
Dalam persidangan kemarin terungkap, auditor BPK disebut meminta uang Rp12 miliar agar Kementerian Pertanian (Kementan) RI di bawah kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo mendapatkan predikat WTP.
Hal itu disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Hermanto saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi di Kementan.
Duduk sebagai terdakwa dalam perkara ini yaitu mantan Mentan SYL, mantan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta.
Mulanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Meyer Simanjuntak menanyakan soal pemeriksaan yang dilakukan BPK. Hermanto mengaku bahwa pihaknya mendapatkan WTP dari BPK saat dirinya menjabat sebagai Sesditjen PSP.
"Itu pada akhirnya opini yang diterbitkan BPK, sepengetahuan saksi?" tanya jaksa di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (8/5).
"Sepengetahuan saya WTP," jawab Hermanto.
Lebih lanjut, jaksa KPK mendalami pengetahuan Hermanto soal sosok Haerul Saleh dan Victor. Hermanto mengakui mengenal Haerul Saleh, yang merupakan Anggota IV BPK.
Hermanto menjelaskan bahwa ada temuan BPK terkait pengelolaan anggaran Food Estate di Kementan. Dia menyebut temuan soal Food Estate itu tidak banyak namun mencakup nilai anggaran yang besar.
Hermanto menjelaskan bahwa saat itu BPK menemukan adanya kekurangan dalam kelengkapan dokumen administrasi. Kementan pun diberi kesempatan untuk melengkapinya.
Jaksa lantas bertanya apakah ada permintaan dari BPK terkait pemberian opini. Hermanto tak membantah adanya permintaan uang dari pihak BPK agar Kementan mendapat WTP.
Hermanto juga mengaku tidak mengetahui proses penyerahan uang tersebut kepada auditor BPK. Namun, kata dia, auditor bernama Victor itu sempat menagih kekurangan uang tersebut.
Hermanto mengatakan uang Rp5 miliar untuk auditor BPK itu diurus oleh Muhammad Hatta. Dia bilang Muhammad Hatta mendapakan uang itu dari salah satu vendor proyek di Kementan.
Namun, Hermanto mengaku tak mengetahui sosok vendor yang memberikan yang kepada Hatta itu. Yang jelas, setelah pemberian uang keluarlah predikat WTP dari BPK.