Berita

Direktur Eksekutif Human Studies Institute dan Akademisi Universitas Islam 45 (UNISMA) Rasminto/Ist

Publika

Tantangan Profesionalisme Polri dalam Kasus Brigadir RA

OLEH: RASMINTO
SENIN, 06 MEI 2024 | 00:06 WIB

KEPOLISIAN Negara Republik Indonesia (Polri) memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keamanan, ketertiban, dan keadilan di Indonesia.

Namun, di balik implementasi peran yang telah dicapai, Polri juga menghadapi sejumlah tantangan serius, salah satunya adalah kasus bunuh diri anggota dan penyalahgunaan anggota Bawah Kendali Operasi (BKO).

Kasus bunuh diri anggota Polri adalah peristiwa yang menyedihkan dan mengguncang. Bukan hanya bagi keluarga dan rekan-rekan sesama anggota, tetapi juga bagi seluruh masyarakat.

Sehingga menjadi ironis anggota Polri sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat, harus mengakhiri hidupnya dengan "bunuh diri" dengan senjata dinasnya. Seperti kasus Brigadir RA

Di sisi lain, penyalahgunaan anggota BKO Polri juga menimbulkan keprihatinan serius terkait integritas dan profesionalisme institusi kepolisian.

Penggunaan anggota BKO untuk kepentingan pribadi atau komersial dapat merusak hubungan Polri dengan masyarakat serta menciptakan ketidakpercayaan terhadap lembaga penegak hukum.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (2023) menyampaikan saat ini ada 447 ribu personel Polri. Jenderal Sigit menyampaikan angka itu baru 50,7 persen dari Daftar Susunan Personel (DSP). Kebutuhan ideal Polri berdasarkan DSP yakni 881 ribu orang. Sehingga masih ada kekurangan 434 ribu orang untuk level AKBP ke bawah.

Selain itu, rasio antara jumlah polisi dan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih 278 juta jiwa (BPS, 2024) adalah sekitar 0,0016 atau bisa dikatakan 0,16% dari jumlah penduduk atau rasionya hanya 1:1000. Artinya setiap anggota polisi melayani 1.000 orang. Seharusnya rasio idealnya seperti harapan Kapolri yakni 1:300.

Berdasarkan Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002, tugas pokok kepolisian, yakni; Memelihara keamanan serta ketertiban masyarakat; Menegakkan hukum; dan Memberi perlindungan, pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat.

Beban kerja Polri juga dapat dipengaruhi oleh kondisi keamanan dan situasi sosial-politik di masyarakat serta kebijakan pemerintah. Selain itu, Polri juga memiliki tanggung jawab dalam menjaga keamanan dan ketertiban pada acara-acara besar, seperti pemilu/pilkada, kunjungan tamu negara, dll.

Beban kerja Polri tidak hanya diukur dari jumlah personel dan jumlah kasus yang ditangani, tetapi juga meliputi efektivitas penegakkan hukum, respons terhadap
kebutuhan masyarakat, dan kemampuan untuk mencegah terjadinya kejahatan.

Dampak Penyalahgunaan Anggota BKO Polri

Banyak dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan anggota BKO Polri, di antaranya:
1. Penggunaan anggota BKO Polri untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, seperti pengusaha tertentu, dapat menyebabkan ketidaknetralan dalam penegakkan hukum. Hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap Polri dan menciptakan kesan bahwa hukum tidak ditegakkan secara adil.

2. Penggunaan anggota BKO Polri untuk kepentingan pribadi dapat melanggar prinsip etika dan kode perilaku yang mengatur tindakan anggota kepolisian. Hal ini menciptakan konflik kepentingan dan merusak integritas institusi Polri.

3. Penyalahgunaan anggota BKO Polri untuk pengawalan, ajudan, dan pengamanan pengusaha dapat menghabiskan sumber daya yang seharusnya dialokasikan untuk tugas-tugas penegakan hukum yang lebih mendesak dan penting bagi masyarakat.

4. Keterlibatan Polri dalam pengawalan atau pengamanan pengusaha tertentu dapat menciptakan ketergantungan yang tidak sehat antara kepolisian dan kepentingan bisnis. Hal ini dapat menyebabkan pengaruh yang tidak proporsional dari pihak-pihak tertentu terhadap kebijakan dan tindakan Polri.

5. Penggunaan anggota BKO Polri untuk kepentingan pribadi seringkali dilakukan tanpa transparansi atau akuntabilitas yang memadai. Kurangnya mekanisme pemantauan dan pengawasan dapat memungkinkan penyalahgunaan kewenangan terjadi tanpa konsekuensi yang tegas.

Menanggapi dinamika yang ada, setidaknya ada beberapa poin saran solusi sebagaimana berikut:

1. Polri perlu memperkuat penegakkan kode etik dan standar perilaku yang jelas bagi anggota BKO. Hal ini mencakup larangan penggunaan kewenangan untuk kepentingan pribadi atau komersial serta sanksi yang tegas bagi pelanggar.

2. Meningkatkan transparansi dalam penggunaan anggota BKO Polri dengan mewajibkan pelaporan yang terbuka tentang kegiatan mereka. Mekanisme akuntabilitas yang kuat, termasuk audit internal dan eksternal, juga perlu diperkuat.

3. Polri perlu meningkatkan pengawasan internal terhadap penggunaan anggota BKO, termasuk peninjauan rutin terhadap tugas dan alokasi sumber daya. Unit internal yang bertanggung jawab dapat diperkuat untuk mendeteksi dan menindak pelanggaran.

4. Anggota Polri perlu diberikan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip etika, keadilan, dan integritas melalui berbagai forum dan diklat secara terus menerus. Mereka juga harus diberikan pemahaman yang lebih baik tentang batasan kewenangan mereka dan konsekuensi penyalahgunaannya.

5. Membangun kemitraan yang kuat dengan berbagai elemen publik sebagai check and balance, sehingga dapat membantu mendorong transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam pengawasan terhadap kegiatan Polri, termasuk penggunaan anggota BKO.


Penulis adalah Direktur Eksekutif Human Studies Institute dan Akademisi Universitas Islam 45 (UNISMA)

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

UPDATE

Sinergi Infrastruktur dan Pertahanan Kunci Stabilitas Nasional

Senin, 10 Maret 2025 | 21:36

Indonesia-Vietnam Naikkan Level Hubungan ke Kemitraan Strategis Komprehensif

Senin, 10 Maret 2025 | 21:22

Mendagri Tekan Anggaran PSU Pilkada di Bawah Rp1 Triliun

Senin, 10 Maret 2025 | 21:02

Puji Panglima, Faizal Assegaf: Dikotomi Sipil-Militer Memang Selalu Picu Ketegangan

Senin, 10 Maret 2025 | 20:55

53 Sekolah Rakyat Dibangun, Pemerintah Matangkan Infrastruktur dan Kurikulum

Senin, 10 Maret 2025 | 20:48

PEPABRI Jamin Revisi UU TNI Tak Hidupkan Dwifungsi ABRI

Senin, 10 Maret 2025 | 20:45

Panglima TNI Tegaskan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil Harus Mundur atau Pensiun

Senin, 10 Maret 2025 | 20:24

Kopdes Merah Putih Siap Berantas Kemiskinan Ekstrem

Senin, 10 Maret 2025 | 20:19

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Airlangga dan Sekjen Partai Komunis Vietnam Hadiri High-Level Business Dialogue di Jakarta

Senin, 10 Maret 2025 | 19:59

Selengkapnya