Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani/Net
Biaya pinjaman Bank Dunia dinilai terlalu mahal dibandingkan Bank Pembangunan Multilateral (MDBs) lainnya.
Kritik tersebut telah disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Pertemuan Musim Semi Dana Moneter Internasional-Kelompok Bank Dunia 2024 (IMF-WBG Spring Meetings) di Washington DC, Amerika Serikat (AS).
"Satu hal besar yang disoroti secara kuat oleh Menkeu Sri Mulyani yaitu pricing (cost of borrowing) Bank Dunia yang terlalu mahal dibandingkan MDBs sejawat lainnya saat ini," tulis Kementerian Keuangan dalam keterangan tertulis, Selasa (23/4).
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani juga menyinggung mengenai pentingnya penambahan kapasitas keuangan Bank Dunia dan penguatan kepentingan dan keterwakilan anggota.
Menurutnya, peningkatan modal yang sejalan dengan reviu kepemilikan saham dapat memperkuat legitimasi dan tata kelola Bank Dunia saat dunia membutuhkan lembaga-lembaga global terpercaya seperti Bank Dunia.
Adapun dalam rangkaian pertemuan tersebut, bendahara negara RI itu turut berpartisipasi dalam diskusi panel 'Unleashing the Power of Digital Transformation to Enhance Connectivity in ASEAN', yang membahas ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA).
DEFA sendiri bertujuan untuk meningkatkan ekonomi digital ASEAN sebesar 2 triliun dolar AS pada 2030 mendatang, dengan menyediakan peta jalan yang komprehensif dalam mempercepat perdagangan digital, pengelolaan data, perkembangan inovasi, peningkatan produktivitas, serta pertumbuhan yang inklusif.
Di acara diskusi ini, Sri Mulyani telah menyerukan bahwa Indonesia akan terus mendorong implementasi kerjasama ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara, termasuk upaya dalam mengatasi tantangan ekonomi digital seperti fraud, pencucian uang, dan pendanaan terorisme.