Usulan Indonesia agar Idulfitri dan Iduladha diakui sebagai hari raya keagamaan, telah mendapat persetujuan dari Dewan Eksekutif United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Mengutip laporan Kementerian Luar Negeri RI pada Minggu (7/4), keputusan UNESCO diambil setelah mendapat dukungan dari 30 negara co-sponsor.
Pengakuan terhadap Idulfitri dan Iduladha diumumkan pada Rapat Dewan Eksekutif UNESCO ke-219 di Markas Besar UNESCO di Paris, Perancis pada 27 Maret lalu.
"Usulan ini merupakan bagian dari upaya diplomasi Indonesia untuk mendorong toleransi antar agama serta keberagaman budaya dan agama di UNESCO," bunyi laporan Kemlu RI.
Pengakuan resmi dari organisasi internasional seperti UNESCO akan meningkatkan pemahaman global tentang nilai-nilai budaya dan agama serta meningkatkan status dan citra perayaan keagamaan tersebut di mata dunia.
Pengakuan UNESCO terhadap Idulfitri dan Iduladha memiliki arti penting bagi Indonesia, khususnya sebagai salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
"Penunjukan ini akan memperkuat profil Indonesia di kancah internasional, menegaskan nilai-nilai penting yang dijunjung Indonesia seperti keberagaman, solidaritas, persatuan, dan kebersamaan," tambah laporan tersebut.
Dalam konteks meningkatnya sentimen Islamofobia, peringatan Idulfitri dan Iduladha juga berperan penting dalam mendorong toleransi dan dialog antar agama serta berkontribusi positif dalam upaya menciptakan perdamaian.
Keputusan tersebut juga akan mengubah jadwal dan agenda UNESCO, sehingga menjamin tidak akan ada pertemuan resmi yang dijadwalkan pada tanggal yang sama dengan Idulfitri dan Iduladha.
Sebelumnya, belum ada resolusi atau keputusan resmi UNESCO yang mengakui pentingnya kedua hari raya tersebut, sehingga masih ada pertemuan UNESCO yang diadakan pada hari yang sama dengan Idulfitri dan Iduladha, seperti yang terjadi pada tahun 2023, dimana Sidang Luar Biasa Kelima General Conference diselenggarakan bertepatan dengan Iduladha.
Proposal ini dimulai pada awal tahun 2024 dan akan dibahas pada Majelis Umum UNESCO ke-42 untuk diadopsi dan diterapkan oleh entitas antar pemerintah UNESCO selain Dewan Eksekutif.
Negara-negara yang mendukung dan ikut mensponsori proposal Indonesia antara lain: Aljazair, Azerbaijan, Bangladesh, Brunei Darussalam, Tiongkok, Kolombia, Pantai Gading, Djibouti, Mesir, Yordania, Kuwait, Lebanon, Libya, Malaysia, Mali, Mauritania, Maroko, Nigeria, Oman, Pakistan, Palestina, Filipina, Qatar, Rusia, Arab Saudi, Sudan, Suriah, Tunisia, Turki, UEA, dan Yaman.