Berita

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Charles Simambura/Repro

Politik

Saksi Ahli Ganjar-Mahfud Jabarkan Jenis Pelanggaran TSM yang Jadi Urusan MK

SELASA, 02 APRIL 2024 | 15:36 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Jenis pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), dibeberkan pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Charles Simambura, yang dihadirkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, sebagai saksi ahli dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Charles mengungkapkan, UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) hanya menyebutkan dua jenis pelanggaran TSM yang bisa diproses secara hukum oleh MK, dan dua-duanya berkaitan erat dengan pencalonan dan pemenangan kontestan di hari-H pencoblosan.

"Undang-undang Pemilu sejatinya hanya mengatur dua bentuk pelanggaran TSM. Pertama yaitu terkait dengan money politics, Pasal 286 ayat 1. Lalu kedua, pelanggaran administrasi pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif," ujar Charles dalam pemaparannya di Ruang Sidang Utama Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (2/4).


Dari beberapa kasus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) baik dalam pilpres maupun pilkada, Charles mendapati beberapa jenis pelanggaran TSM yang tidak diatur UU Pemilu akhirnya menjadi wewenang MK untuk menangani dan mengadili.

Namun khusus untuk kasus perselisihan di pilkada, Charles mencatat ada beberapa yang memang dikabulkan MK. Berbeda dengan pilpres, yang pada tahun politik 2019 silam dalil pelanggaran TSM diangkat Prabowo-Sandiaga Uno ke MK, tetapi hasilnya tidak dikabulkan.

"Pelanggaran TSM yang pernah diputus Mahkamah dalam PHPU Pilkada misalnya manipulasi syarat administrasi pencalonan, politik uang, politisasi birokrasi, kelalaian petugas (penyelenggara pemilu), memanipulasi suara, ancaman/intimidasi, netralitas penyelenggara pemilu," tutur Charles.

"Belajar pada kasus pilpres sebelumnya tahun 2019, yang mana tadi sudah ahli sampaikan berdasarkan UU 7/2017 yang mengatur hanya 2 bentuk TSM, tapi pada faktanya mahkamah dalam perkara nomor 1/PHPU-Pres/XVII/2019 (yang diajukan Prabowo-Sandiaga) telah memeriksa pelanggaran TSM di luar yang telah diatur di dalam undang-undang. Meskipun, ahli garis bawahi, tidak terbukti," paparnya.

Oleh karena itu, Charles menegaskan, diterima atau tidaknya permohonan PHPU bukan karena persoalan wewenang MK terbatas. Tetapi lebih kepada cara menangani pelanggaran TSM tersebut. Ditambah, menurutnya, dalil hukum yang digunakan untuk menuntut hasil pemilu kepada KPU, juga harus bisa terang dan kuat dalil-dalil hukumnya.

Lebih lanjut, Charles menyebutkan sejumlah dalil yang disampaikan Prabowo-Sandiaga pada Pilpres 2024 di MK, karena dinyatakan kalah dari petahana Joko Widodo berpasangan dengan ulama Nahdlatul Ulama Maruf Amin, oleh KPU RI.

"Pertama, terkait dengan ketidaknetralan aparatur negara disebutkan di situ polisi dan intelijen; diskriminasi dan penyalahgunaan hukum; penyalahgunaan birokrasi dan BUMN; penyalahgunaan APBN; penyalahgunaan anggaran BUMN, pembatasan media pers; DPT yang tidak masuk akal; kekacauan Situng KPU dalam kaitannya dengan DPT; serta dokumen C7 secara sengaja dihilangkan di berbagai daerah," ungkapnya.

"Artinya ada 9 dalil pelanggaran TSM yang pada waktu Pemilu 2019 disampaikan oleh para Pemohon yang diperiksa oleh Mahkamah. Sekali lagi, meskipun itu tidak terbukti, tapi Mahkamah meneguhkan dan menyatakan bahwa Mahkamah berwenang untuk mengadili pelanggaran TSM di luar dua ketentuan undang-undang tadi," demikian Charles.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya