Ilustrasi petani sedang memanen padi di Cirebon/RMOLJabar
Indonesia adalah ironi negeri lumbung padi. Harga beras yang mengalami lonjakan dalam beberapa waktu terakhir semakin menambah suram beban perekonomian rakyat.
Saat ini, harga rata-rata nasional beras premium diperdagangkan di angka Rp16.390 per kilogram (kg), sementara beras medium diperdagangkan di level Rp14.320 per kg.
Menanggapi kondisi tersebut, Ketua Umum PB HMI MPO 2023-2025, Mahfut Khanafi, menuntut pemerintah segera mengambil langkah sigap dan cepat dalam mengendalikan harga beras di pasaran.
"Kita tidak menutup mata bahwa sejumlah faktor membuat harga beras makin mahal. Sebut saja karena adanya faktor El Nino dan perubahan iklim yang menyebabkan gagal panen. Juga faktor global yang disebabkan oleh pelarangan impor beras di India. Tapi setidaknya pemerintah harus bergerak lebih sigap,” kata Mahfut kepada
Kantor Berita RMOLJabar, Selasa (27/2).
Mahfut menilai, jika harga beras dibiarkan naik tak terkendali, maka biaya produksi makanan juga cenderung meningkat. Pasalnya, beras menjadi bahan baku dalam banyak produk makanan yang dikonsumsi rakyat.
“Lihatlah pengusaha warteg, lihatlah mereka yang berjualan nasi uduk, bubur ayam, nasi goreng setiap hari. Kenaikan harga beras akan mendorong naiknya biaya produksi ini dan akan mendorong naiknya harga-harga lainnya. Mau tidak mau produsen akan menaikkan harga untuk menutupi biaya tambahan, dampaknya rakyat lagi yang jadi korban,” papar Mahfut.
Indonesia, lanjut dia, merupakan negara dengan konsumsi beras global terbesar keempat di dunia dengan kebutuhan 35,3 juta metrik ton sepanjang tahun lalu.
Sementara produksi beras pada 2023 di Indonesia untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sekitar 30,90 juta ton, mengalami penurunan sebanyak 645,09 ribu ton atau 2,05 persen dibandingkan produksi beras pada 2022 sebesar 31,54 juta ton.
“Jika kebutuhan konsumsi beras tahun lalu 35,3 juta metrik ton, maka ada defisit kebutuhan 4,4 juta ton untuk masyarakat,” ujarnya.
Mahfut pun menjelaskan persoalan kronis rantai pangan nasional di tengah konsumsi yang membumbung dan produksi yang terganggu, pemerintah gencar melakukan impor beras. Tahun lalu, pemerintah juga mendatangkan beras impor mencapai 3,06 juta ton.
Namun, kakunya proses impor juga menyebabkan impor pangan tidak tepat waktu dan tak bisa segera menurunkan harga beras yang sudah kadung melambung.
Di mana Permendag Nomor 1/2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras menyebut Bulog adalah satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengimpor beras untuk kepentingan umum.
Namun Bulog hanya bisa mengimpor setelah mendapat penugasan oleh pemerintah melalui hasil rapat koordinasi terbatas di tingkat kementerian.
“Keputusan impor yang kaku dan panjang ini menyebabkan impor dilaksanakan tidak tepat waktu, seperti saat menjelang panen raya atau ketika harga beras di tingkat internasional sedang tinggi. Ini penyakitnya Bulog dari dulu, sering mengimpor beras dalam jumlah besar ketika harga beras sudah kadung naik,” pungkasnya.