Ketua Umum PDi Perjuangan, Megawati Soekarnoputri/Istimewa
Aksi memukul 10 ribu kentungan yang dipimpin Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, di hadapan ratusan ribu massa yang hadir di acara kampanye akbar Ganjar Pranowo-Mahfud MD, di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), pada Sabtu kemarin (3/2) merupakan makna kewaspadaan.
Dipaparkan pakar Antropologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Toetik Koesbardiati, kentungan yang terbuat dari bambu yang dilubangi sedemikian rupa adalah alat sederhana yang ketika dipukul merupakan simbol valid terhadap suatu kejadian dalam suatu masyarakat. Kentungan sendiri disebut pengirim informasi berbasis local wisdom
“Biasanya etnis Jawa dan Bali yang memiliki adat kentungan ini. Kalau dulu, ada kode asap atau burung untuk memberitakan sesuatu,” kata Toetik, dikutip
Kantor Berita RMOLJatim, Minggu (4/2).
Toetik menjelaskan, simbol bunyi dan tempo tidak pernah salah dalam mengirim pesan. Setiap nada dan tempo mempunyai makna yang berbeda. Misalnya, berita kematian akan berbeda bunyinya dengan ancaman bahaya.
“Berbeda pula jika ada undangan untuk berkumpul seperti rapat atau kenduri. Jika kentongan dengan kode tertentu dibunyikan, dengan otomatis masyarakat akan keluar untuk berkumpul sesuai dengan kode bunyi dan tempo,” jelasnya.
“Jika bunyi dan tempo enam kali lalu jeda dan diulang enam kali (doro muluk) tanda ada kematian. Orang akan segera mencari tahu siapa yang meninggal,” tambahnya.
Selain itu, lanjut Toetik, kentungan yang dibunyikan secara cepat dan tidak berjeda adalah simbol tanda bahaya. Bisa berupa terjadi banjir, longsor, atau serangan binatang buas.
“Kadang kentongan juga dibunyikan sebagai pertanda waktu. Semua kode tidak pernah salah,” ucapnya.
Menurut Toetik, kentungan sangat penting secara budaya sebagai sistem informasi terutama masyarakat Jawa. Tidak harus bermakna bahaya, bergantung pada bunyi dan tempo.
Nah, terkait bunyi dan tempo 10 ribu kentungan PDIP yang dipimpin Megawati tersebut, terdengar dengan tempo cepat tanpa jeda termasuk tanda bahaya.
“Kalau jumlah 10 ribu kentungan enggak bermakna simbol. Yang simbol adalah nada dan tempo kentungan. Apakah Bu Mega membunyikan kentungan dengan nada dan tempo tanpa jeda? Kalau iya, berarti tanda waspada,” terangnya.
Sebelumnya, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan, bahwa pemukulan kentungan ini sebagai simbolisasi agar masyarakat tersadar untuk ikut menjaga kewaspadaan, melawan intimidasi, dan kecurangan yang mungkin yang terjadi di Pilpres 2024. Dan yang paling utama mengamankan suara Ganjar-Mahfud pada 14 Februari 2024 mendatang.
"Kentungan ini tradisi masyarakat secara kolektif dan simbol kewaspadaan serta hidup dalam tradisi bangsa. Masyarakat pun diajak untuk ikut berpartisipasi mengawal pemilu yang jurdil dan mengamankan suara Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024," kata Hasto.