Berita

Debat Calon Presiden 2024 yang digelar KPU RI/RMOL

Publika

Bayang Defisit BPJS Kesehatan di Panggung Debat Capres

SABTU, 27 JANUARI 2024 | 14:13 WIB | OLEH: YUDHI HERTANTO

KESEHATAN menjadi tema terakhir dari forum perdebatan kandidat di pentas politik nasional. Para calon presiden akan membahasnya pada Minggu (4/1), sepekan kedepan. Rasanya semua pihak setuju bila kesehatan masyarakat adalah hal yang teramat penting, menjadi bagian dari indikator kesejahteraan.

Tidak hanya itu, persoalan kesehatan juga menjadi ciri dari kemampuan bersaing, menandakan kekuatan serta ketahanan, sekaligus produktivitas suatu bangsa. Tentu dapat dimengerti bilamana aspek kesehatan diletakkan sebagai pangkal pokok, yang harus dipenuhi dan dipastikan keberadaannya.

Sektor kesehatan nasional telah dirangkum menjadi program BPJS Kesehatan, sebuah upaya ideal untuk meningkatkan akses kesehatan bagi seluruh warga negara. Di awal tahun ini, tersiar kabar potensi defisit anggaran, karena tingkat utilisasi pelayanan yang bertambah, sehingga klaim lebih besar dari penerimaan.

Tingginya penggunaan BPJS Kesehatan, jika dihitung dari proyeksi melalui perhitungan aktuaria tahun 2024, diprediksi akan mengalami defisit Rp 18,9 triliun. Kondisinya masih bisa diantisipasi dari akumulasi surplus yang diperoleh dari tahun-tahun sebelumnya.

Pertanyaan pentingnya, bagaimana bila kemudian kondisi defisit yang sedemikian itu ternyata terus berlanjut di kemudian hari? Tanpa kemampuan anggaran yang cukup, sulit dibayangkan program BPJS Kesehatan akan dapat berjalan secara berkelanjutan, di sana “tangan” pemerintah harus bekerja.

Bila mengingat besarnya cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan, yang meliputi 95 persen populasi dari sekitar 276 juta jiwa, tentu pengelolaan program ini tidaklah mudah. Tetapi dalam ketidakmudahan tersebutlah, maka tanggung jawab kekuasaan ditempatkan, untuk mengurusi kepentingan publik.

Bising Politik, Sepi Soal Publik

Sejak digelar panggung debat pasangan Capres-Cawapres 2024, sorak sorai para pendukung kandidat semakin bising. Substansi dari konteks pembahasan yang dilakukan, sering hilang tertelan dalam hiruk pikuk. Pada perbedaan politik elit, publik terbelah, dijauhkan dari masalah keseharian yang dihadapi.

Bagaimana menjawab pertanyaan di atas terkait potensi defisit BPJS Kesehatan yang berkepanjangan? Jika hal tersebut tidak ditangani dengan baik, maka krisis kesehatan bukan tidak mungkin semakin mengemuka, menjadi masalah sosial yang perlu ditanggapi secara serius.

Sayangnya, ranah problematika kesehatan tidak pernah dianggap serta diangkat sebagai persoalan primer dari kehidupan publik, bahkan ditempatkan secara sekunder sebagai keributan urusan politik. Orientasi politik yang mengurus tentang kuasa dan wewenang, belum benar-benar mengelolanya.

Kesehatan yang seharusnya menjadi urusan yang populis, direndahkan hanya sebatas urusan teknis. Persoalan defisit BPJS Kesehatan, agaknya hanya akan dibawa pada keseimbangan supply-demand ekonomi, seolah menjadi beban, akan dilepas melalui mekanisme pasar.

Kekuasaan seakan tidak mampu menanggung permasalahan defisit anggaran BPJS Kesehatan, tetapi berwajah ganda, karena justru tampak ambisius dalam menuntaskan proyek fisik mercusuar yang menghabiskan kapasitas keuangan negara, sebut saja dilema pembangunan IKN.

Pada debat kandidat para Capres terakhir nanti, kita tentu berharap agar soal-soal yang berkaitan langsung dengan eksistensi publik, harus mendapatkan kajian mendalam, memunculkan strategi dan solusi. Hal itu hanya akan dapat muncul, bila kita mampu meninggalkan gimmick murahan yang merendahkan kemampuan rasionalitas publik.

Sejatinya, formulasi dari seluruh masalah publik, adalah komitmen dan konsistensi pemangku kekuasaan terpilih untuk mau mendengar suara publik dalam mengambil langkah kebijakan, bukan malah mengangkanginya untuk urusan pribadi serta kelompok.

Defisit keuangan BPJS Kesehatan, sesungguhnya merupakan defisit kepercayaan kepada penyelenggara negara.

Penulis sedang menempuh Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya