Berita

Profesor Yusril Ihza Mahendra/Net

Politik

Kembali Ajukan Praperadilan, Yusril: Itu Hak Firli yang Harus Dihormati

SELASA, 23 JANUARI 2024 | 13:37 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Semua pihak harus menghormati permohonan praperadilan yang kembali diajukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023, Firli Bahuri atas penetapan tersangkanya oleh Polda Metro Jaya.

Hal itu disampaikan pakar hukum tata negara Profesor Yusril Ihza Mahendra yang juga merupakan ahli yang dihadirkan Firli pada praperadilan sebelumnya atas permohonan praperadilan yang kembali diajukan Firli ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (22/1).

"Itu adalah hak Pak Firli yang harus kita hormati dalam sebuah negara hukum," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (23/1).

Karena kata Yusril, putusan praperadilan sebelumnya bukan menolak permohonan, namun hakim menyatakan tidak dapat menerima permohonan.

"Hakim menerima eksepsi yang diajukan Termohon Polda Metro Jaya bahwa permohonan 'obscuur libel" artinya kabur atau tidak jelas (onduidelijk) karena mencampur-adukkan antara hukum formil dan hukum materil," kata Yusril.

"Padahal, obyek permohonan praperadilan hanya terbatas mempersoalkan hukum formil atau hukum acara," imbuhnya.

Oleh karena putusan pengadilan menyatakan permohonan "tidak dapat diterima". Kata Yusril, maka hakim tidak memeriksa materi perkara. Dalam putusan seperti itu, Pemohon praperadilan berhak untuk mengajukan kembali permohonannya dengan memperhatikan pertimbangan hakim dalam putusan sebelumnya yang menyatakan "tidak dapat diterima" tersebut.

"Dalam praktik, sudah ada yurisprudensi pengajuan praperadilan yang kedua seperti itu diterima oleh pengadilan. Jadi tidak masalah," tutur Yusril.

Yusril menjelaskan, sidang praperadilan adalah sidang untuk menguji apakah prosedur penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan penyidik sesuai dengan KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 21/PUU-XII/2014 atau tidak.

Terutama, apakah adanya dua alat bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP dan Putusan MK di atas terpenuhi atau tidak dalam menetapkan Firli sebagai tersangka.

Dalam Pasal 184 KUHAP, diuraikan Yusril, mengatur alat bukti yang dijadikan hakim untuk memutuskan apakah terdakwa terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan jaksa atau tidak dalam sidang pengadilan.

"Jadi untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka adalah adanya minimal dua alat bukti, yang nantinya akan dijadikan hakim untuk memutus bahwa dakwaan memang terbukti. Jadi bukan sekedar sejumlah saksi diperiksa, tetapi tidak satupun yang melihat sendiri, mendengar sendiri dan mengalami sendiri apa yang diduga atau disangka telah dilakukan seseorang, dalam hal ini, melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi," jelas Yusril.

Sehingga kata Yusril, jika saksi-saksi yang diperiksa menerangkan soal lain yang tidak berhubungan dengan pemerasan dan gratifikasi, keterangan tersebut tidak dapat dianggap sebagai salah satu dari dua alat bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud Pasal 184 KUHAP dan Putusan MK.

Demikian pula alat bukti surat, jika alat bukti surat yang diajukan tidak menerangkan apa-apa terkait dugaan telah dilakukannya pemerasan dan gratifikasi, alat bukti tersebut tidak dapat juga dikatakan sebagai bukti permulaan yang cukup untuk menyimpulkan adanya pemerasan dan gratifikasi.

Termasuk jika adanya foto atau catatan yang dibuat seseorang kata Yusril, harus dipertanyakan apakah foto dan catatan tersebut akan menerangkan terjadinya pemerasan atau gratifikasi atau tidak.

"Kalau hanya foto dua orang sedang duduk, tentu foto itu tidak bisa menerangkan salah seorang adalah pemeras dan yang satunya lagi adalah orang yang diperas," ujar Yusril.

Bahkan kata Yusril, foto pertemuan Firli dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di sebuah GOR Bulutangkis juga tidak dapat menerangkan salah seorang menyerahkan benda atau uang kepada yang lain sebagai gratifikasi.

"Kalau tidak bisa menerangkan apa-apa, maka surat dan foto seperti itu tidak dapat dikatakan sebagai salah satu dari dua alat bukti permulaan yang cukup," kata Yusril.

Untuk itu kata Yusril, untuk menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup memang harus hati-hati, agar tidak menimbulkan penderitaan pada seseorang.

"Dinyatakan sebagai tersangka pelaku tindak pidana itu tidak enak. Bisa berdampak luas kepada harkat, martabat dan kehormatan seseorang dan keluarganya," terangnya.

Karena itu kata Yusril, hakim bisa menguji apakah penyidik Polda Metro Jaya benar-benar memiliki minimal dua alat bukti yang cukup dalam menetapkan Firli sebagai tersangka pemerasan dan gratifikasi atau tidak.

Di mana, hakim melakukan "external control" terhadap polisi, apakah keputusannya menetapkan Firli menjadi tersangka sesuai KUHAP dan Putusan MK nomor 21/PUU-XII/2014 atau tidak.

Jika tidak, hakim berwenang menyatakan penetapan tersangka itu tidak sah dengan segala akibat hukumnya termasuk tidak sahnya penggeledahan, penyitaan dan penahanan terhadap seseorang.

"Kontrol eksternal dari pengadilan ini dimaksudkan untuk mencegah kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. Hukum harus ditegakkan dengan adil, bukan dengan kesewenang-wenangan," pungkas Yusril.

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

Tekuk Fiorentina 2-1, Napoli Tak Biarkan Inter Tenang

Senin, 10 Maret 2025 | 01:21

Polda Jateng Tegas Larang Petasan Sepanjang Ramadan

Senin, 10 Maret 2025 | 00:59

Kluivert Tiba di Jakarta Ditemani Mantan Pemain Man United

Senin, 10 Maret 2025 | 00:41

Cegah Bencana Seperti di Jabotabek, Menteri ATR/BPN Evaluasi Tata Ruang di Jatim

Senin, 10 Maret 2025 | 00:25

Asiang Versus JACCS MPM Finance, Peneliti IPD-LP Yakin Hakim MA Lebih Adil

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:58

Beri Bantuan untuk Korban Banjir di Candulan, Okta Kumala Dewi Berharap Ada Solusi Jangka Panjang

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:41

PSU Empat Lawang Diikuti Dua Paslon, Pencoblosan pada 19 April 2025

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:20

Update Banjir dan Longsor Sukabumi: 5 Orang Wafat, 4 Orang Hilang

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:44

Menanti Keberanian Kejagung Bongkar Biang Kerok Korupsi Migas

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:30

PTPN IV PalmCo Siapkan 23 Bus untuk Mudik di Sumatera dan Kalimantan

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:18

Selengkapnya