SITUASI keamanan laut di perairan Laut China Selatan (LCS) masih diwarnai dengan tumpang tindih klaim fitur dan perairan oleh keenam claimant states (China, Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam). China mengklaim hampir 90 persen wilayah LCS, sehingga menimbulkan konflik berkepanjangan dengan negara pengklaim lainnya. Perkembangan yang semakin “ramai” beberapa tahun terakhir di perairan yurisdiksi Indonesia wilayah landas kontinen (dan ZEE) di Laut Natuna Utara, adalah perebutan hegemoni atas wilayah perairan Laut Natuna Utara (LNU) yang secara hukum Internasional Sovereign Rights berada ditangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah China protes terhadap aktivitas eksplorasi dan eksploitasi oleh pihak Indonesia di wilayah hak berdaulat Indonesia tersebut.
Laut Natuna Utara (LNU) memiliki peran yang sangat strategis dan politis bagi internasional dan Indonesia sendiri. Merupakan lintasan perdagangan yang padat dengan jumlah nilai yang besar, khususnya untuk pelayaran perdagangan minyak mentah maupun gas alam cair (LNG) dari kawasan Timur Tengah ke kawasan Asia Tenggara dan Timur. Selain itu, LNU yang merupakan landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif Indonesia ini memiliki kekayaan hayati dan potensial minyak/gas yang sangat besar. Tidaklah heran apabila terjadi perebutan hegemoni atas wilayah LCS ini.
Banyak kejadian pencurian ikan oleh nelayan Tiongkok ini berlokasi diatas daerah yang kaya akan sumber gas, seperti di wilayah Natuna DAlpha Indonesia. Aktivitas nelayan Tiongkok dilandasi dengan apa yang mereka sebut sebagai traditional fishing ground yang tidak memiliki landasan hukum sama sekali, secara terang-terangan menangkap ikan di LCS. Di akhir tahun 2022, Indonesia melakukan kegiatan pemboran eksplorasi di wilayah paling Utara landas kontinen Indonesia, yaitu di wilayah kerja Blok Tuna dengan Premier Oil (Inggris) sebagai operators nya. Namun kegiatan tersebut di protes oleh pemerintah China, padahal klaim China hanya terbatas pada fishing ground atau kolom air (ZEE), tidak termasuk dasar laut dan isi perut buminya (Landas Kontinen). Upaya pengamanan terhadap Kawasan LNU dilakukan oleh unsur-unsur keamanan laut dari TNI AL, PSDKP-KKP, dan Bakamla.
Penguatan Unsur-Unsur Pertahanan dan Keamanan Laut di LNUDalam konteks Pertahanan Laut, konsep Pertahanan Rakyat Semesta Aspek Laut perlu disiapkan dengan optimal, baik Komponen Utama (Komut) maupun Komponen Cadangan (Komcad) dan Komponen Pendukung (Komduk) Matra Laut. Komponen Utama, dengan menyiapkan kekuatan, kemampuan, dan gelar unsur-unsur TNI AL, di dukung oleh TNI AU, dengan Sistem Pertahanan Berlapis, dimulai dari Medan Pertahanan Penyangga, Medan Pertahanan Utama, dan Daerah Penghancuran di dalam perairan Indonesia. Kekuatan Komponen Utama ini perlu didukung dengan Sistem Early Warning, radar udara dan laut yang mampu mendeteksi dan mengidentifikasi target-target potensial, baik di laut maupun di udara.
Kekuatan Komponen Cadangan Matra Laut yang sudah dibentuk oleh Kemhan, perlu direalisasikan pembinaannya kepada Kementerian atau Lembaga, baik Militer/Sipil yang beroperasi di laut, seperti; Bakamla, Polairud, KPLP, PSDKP-KKP, Bea & Cukai, Imigrasi, dan unsur patroli TNI AL. Dalam konsep pertahanan laut, disaat damai, nampak pengoperasian unsur-unsur pertahanan (TNI AL) dengan unsur-unsur Keamanan Laut dipadukan. Hal ini merujuk pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (PSDN), dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.
Sedangkan Komponen Pendukung Matra Laut, perlu segera dibentuk secara formal. Komponen Pendukung ini adalah para nelayan, para pelaut, dan masyarakat maritim lainnya. Sebenarnya Komduk ini secara informal sudah dibentuk dan diberdayakan oleh unsur-unsur dari Kementerian/Lembaga di daerah, seperti Masyarakat Binaan Desa Pesisir (binaan TNI AL), Pokmaswas (binaan PSDKP-KKP), Nelayan Nasional Indonesia (binaan Bakamla), Nelayan Sahabat Polri (binaan jaringan kamtibmas di pesisir), Komando Resimen Mahasiswa Matra Laut (di kampus-kampus Maritim), dll. Mereka semua adalah kepanjangan mata dan telinga dari institusi pembinanya, karena sehari-hari mereka di laut/pesisir pantai.
Bila kita melirik situasi di LCS, pemerintah China telah mengerahkan kekuatan pertahanan matra laut mereka dengan sempurna. Kekuatan pertahanan aspek laut dilakukan untuk mengamankan klaim 9 dashed lines yang mengklaim hampir 90 persen wilayah LCS. Pada lapis terluar, China menempatkan kapal nelayan yang berfungsi ganda, sebagai kapal penangkap ikan, sekaligus penjaga garda terdepan sepanjang garis klaim 9
dashed lines. Komduk ini dinamakan Chinese Maritim Militia (
Little Blue Men). Lapis kedua China mengerahkan Komcad Matra Lautnya, berupa Kapal Perikanan Pemerintah, Kapal Coast guard, dan Kapal Marine Police, yang dibagi tugas melindungi kapal-kapal nelayan tersebut. Pada lapis ketiga, China menempatkan PLA Navy sebagai Komponen Utama pemukul strategis, bila unsur-unsur Komcad dan Komduknya diganggu.
Penanganan Illegal Entry (Manusia Perahu)Dampak konflik di Semenanjung Korea, konflik China-Taiwan, dan konflik LCS adalah banyaknya pendatang/pengungsi ilegal yang masuk ke Indonesia. Pengalaman Indonesia dalam menangani pengungsi Vietnam yang dilokalisir di Pulau Galang pasti akan berulang kembali, bila konflik di Laut China Timur dan Laut China Selatan terjadi. Saat ini pemerintah kembali dipusingkan dengan banyaknya manusia perahu dari Rohingya. Pengungsi gelap ini semakin hari semakin banyak, dan akan menimbulkan dampak kemanusiaan di Indonesia bila tidak segera dicegah.
Mengapa pengungsi ilegal ini sulit diatasi di laut? Padahal unsur-unsur TNI AL, beserta unsur keamanan maritim lainnya sangat banyak yang sedang beroperasi di laut. Hal ini disebabkan karena belum menyatunya unsur-unsur keamanan laut dalam melaksanakan patroli di laut. Unsur-unsur patroli kamla (Komcad Matra Laut) yang seyogyanya dikendalikan oleh Bakamla (sebagai Coast Guard), belum dapat melaksanakan pengendalian secara penuh (
Command and Control), sehingga mereka beroperasi sesuai perintah komando atasan mereka. Demikian juga para pelaut, nelayan, dan masyarakat pesisir yg setiap hari berada di laut, belum dikendalikan secara penuh sebagai kepanjangan mata dan telinga di laut.
Merujuk apa yang sudah dilakukan oleh China dalam menjaga dan mempertahankan klaim wilayah lautnya, maka sudah saatnya pemerintah Indonesia memberdayakan Komcad dan Komduk Matra laut, mengingat luasnya perairan Indonesia dan terbatasnya unsur-unsur patroli Komponen Utama.
*Penulis adalah Direktur Maritime Strategic Center, analis pertahanan dan maritim Indonesia