Raksasa perangkat lunak asal Jerman, SAP, dikenakan denda lebih dari 220 juta dolar (Rp3,4 triliun) atas tuduhan menyuap pejabat pemerintah asing, termasuk pejabat Indonesia.
Sanksi tersebut dijatuhkan Departemen Kehakiman atau Department of Justice (DoJ) Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari Associated Press, Selasa (16/1), SAP diduga menyuap pejabat Indonesia dalam bentuk pembayaran tunai, sumbangan politik, transfer elektronik, dan barang mewah yang dibayari SAP.
Hal tersebut dilakukan SAP untuk mendapatkan keuntungan bisnis dan kemudahan administrasi dengan sejumlah lembaga lainnya di dalam negeri.
“Pembayaran dan hadiah tersebut ditawarkan untuk mendapatkan bisnis pemerintah yang berharga,” kata Penjabat Asisten Jaksa Agung, Nicole Argentieri, dalam sebuah pernyataan.
Atas kasus tersebut, SAP dinyatakan telah melanggar Undang-undang Praktik Korupsi Asing (Foreign Corrupt Practices Act/FCPA), yang melarang perusahaan AS dan atau perusahaan yang berada di AS untuk menyuap pejabat asing dengan tujuan melancarkan atau membuat transaksi bisnis.
Adapun kasus itu diduga terjadi sekitar tahun 2015 dan 2018 melalui agen-agen tertentu, kepada pejabat departemen/lembaga di Indonesia. Termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo).
Selain terjadi terhadap pejabat Indonesia, SAP juga diduga menyuap pejabat Afrika Selatan pada 2013 dan 2017. Suap tersebut diberikan kepada pejabat pemerintah Kota Johannesburg, Kota Tshwane, Departemen Air dan Sanitasi, dan BUMN energi Afrika Selatan, Eskom Holdings Limited.
Saat ini penyelidikan kasus suap ini juga melibatkan Komisi Sekuritas dan Pasar Modal AS (SEC), di mana mereka menduga skema suap SAP juga terjadi di Malawi, Kenya, Tanzania, Ghana dan Azerbaijan.