Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan/Ist
DARI perdebatan capres pada Minggu malam (7/1) di Istora Senayan, banyak yang bertanya “Itu Grace Natalie dan Isyana ngapain sih mendekati pasangan moderator debat?”
Rupanya mereka berdua melihat ada perilaku penonton (pendukung) paslon tertentu yang bersikap tidak elok saat Prabowo Subianto berbicara. Posisi penonton kebetulan memang berada di belakang moderator, sehingga tidak terpantau.
Kelakuan penonton (pendukung paslon tertentu) itu nampaknya memang ditujukan untuk mengganggu yang sedang bicara (ganggu konsentrasi). Kelakuan seperti ini memang – maaf – norak sekali. Silahkan teliti kembali rekaman videonya. Itu rupanya yang membuat Grace Natalie dan Isyana terpaksa mesti memberitahu moderator.
Ada pula insiden lainnya, seorang ibu yang lantaran celotehannya tidak sopan sampai-sampai didatangi panitia dan diminta untuk keluar dari ruangan malah dengan gaya emak-emak judes yang keras kepala menolak. Memang menjengkelkan, nonton debat capres kok kelakuan emak-emak itu seperti preman pasar.
Tapi yang menarik adalah segmen ketika Anies Baswedan bertanya kepada Ganjar Pranowo. Pertanyaannya adalah pendapat Ganjar tentang penilaiannya terhadap kinerja Kementerian Pertahanan yang dipimpin oleh Prabowo.
Jadi Prabowo malah jadi topik pertanyaan diskusi antara dua capres lainnya. Rupanya begitu menariknya Prabowo sehingga dijadikan bahan pertanyaan dan diskusi dua capres lainnya.
Masih di angka lima, begitu skornya dari skala 1 sampai 10 menurut pendapat Ganjar. Anies malah bilang lebih parah dari itu, skornya 11 (dari skala 1 sampai 100). Mereka berdua (Anies dan Ganjar) nampak kompak sekali “menyerang” Prabowo.
Bukan menyerang biasa, terkesan malah ingin merendahkan dan “mempermalukan” bahkan mengolok-olok Prabowo. Kita coba memahami fenomena ini sebagai
toxic losers syndrome.
Yang kalah secara instingtif membangun kekuatan dengan berkumpul dengan dia yang juga kalah untuk membangun kekuatan melawan dia yang dianggap lebih unggul posisinya.
Sebuah “koalisi” yang rapuh sebenarnya, lantaran koalisi para pecundang ini gampang sekali untuk retak. Karena esensi kedua entitas yang sudah retak ini adalah sekedar “berkumpul”, tapi tidak solid bersatu.
Karena pada gilirannya nanti, antara Anies dan Ganjar pun sebetulnya juga sedang bersaing satu dengan lainnya. Paling tidak untuk memperebutkan tempat kedua. Harapannya tentu kalau saja sampai terjadi dua putaran.
Penulis adalah Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis Perspektif (LKSP) Jakarta