Pengungsi Rohingya di Aceh/Istimewa
Pemerintah Indonesia dan lembaga terkait harus lebih serius mencari solusi dari masalah yang ditimbulkan oleh keberadaan pengungsi Rohingya di Aceh. Jangan sampai muncul masalah yang lebih besar karena dibiarkan tanpa ada solusi.
“Pemerintah juga perlu mengurai ujaran kebencian. Karena ujaran kebencian ini juga dipenuhi xenofobia atau rasa benci yang disebabkan tidak paham sesuatu yang asing,” kata Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Andy Yentriyani, dikutip Kantor Berita RMOLAceh, Kamis (28/12).
Menurut Andy, situasi yang dihadapi oleh pengungsi Rohingya berada di dalam ancaman persekusi. Padahal, mayoritas dari mereka adalah perempuan dan anak-anak yang hidup dalam pengungsian selama bertahun-tahun.
Andy menyebutkan pengungsi Rohingya mendarat di Indonesia karena ingin berjuang mempertahankan hidupnya akibat mendapat kekerasan, bencana, serta kemiskinan.
Kondisi yang dihadapi pengungsi Rohingya saat ini, kata Andy, sama hal dengan negara lain yang mengalami perang. Di mana mereka hidup dalam ancaman yang berlapis, baik itu dari penguasa, anggota komunitasnya, maupun dalam keluarganya.
Karena itu, Andy meminta Pemerintah Indonesia harus melakukan upaya-upaya penanganan imigran etnis Rohingya ini melalui kepemimpinan di ASEAN dan tingkat internasional. Sehingga Indonesia tidak terkesan membiarkan pengungsi Rohingya terkatung-katung, baik di darat maupun di laut.
Andy menilai ada polemik landasan hukum menyikapi soal pengungsi tersebut. Dalam konstitusi disebutkan hak asasi manusia, terpisah dari hak warga negara atau pun hak penduduknya.
“Di mana ada kewajiban negara untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia tanpa kecuali. Karenanya hak asasi manusia juga berlaku pada para pengungsi Rohingya,” jelasnya.
Dia menambahkan, dalam mendorong pelaksanaan rekomendasi, Komnas Perempuan akan terus membangun koordinasi dengan pihak-pihak yang relevan dan akan mengembangkan antisipasi kasus kekerasan dan diskriminasi yang dihadapi perempuan pengungsi Rohingya.
“Ini merupakan keberlanjutan sikap Komnas Perempuan terhadap pengungsi Rohingya sejak tahun 2015,” tutup Andy.