Pakar hukum tata negara Prof. Yusril Ihza Mahendra/Net
Banyak misteri yang menyelimuti penetapan status tersangka terhadap Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. Untuk itu, sebaiknya Polda Metro Jaya menghentikan proses penyidikan terhadap Firli.
Menurut pakar hukum tata negara Prof. Yusril Ihza Mahendra, penetapan tersangka terhadap Firli dilakukan tergesa-gesa. Sehingga, tidak terdapat tenggang waktu yang cukup menurut penalaran yang wajar antara penyelidikan dan penetapan tersangkanya dalam penyidikan.
"Saya pribadi berpendapat banyak misteri yang menyelimuti penetapan status tersangka terhadap Firli," kata Yusril kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (26/12).
Apalagi menurut Yusril, dua alat bukti permulaan yang cukup juga belum terpenuhi untuk menetapkan Firli menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, gratifikasi, dan suap terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) seperti yang dituduhkan Polda Metro Jaya.
"Karena penetapan tersangka terhadap Firli ini bukan semata-mata berkaitan dengan pribadinya, tetapi juga terkait dengan lembaga penegak hukum dalam tipikor, maka sebaiknya kasus ini diakhiri untuk menjaga wibawa masing-masing lembaga," terang Yusril.
Ketua Umum PBB itu yakin, bisa saja penyidik Polda Metro Jaya segera menghentikan penyidikan kasus tersebut karena tidak cukup bukti.
Bahkan, sambung dia, hakim Praperadilan menghentikan penyidikan karena tidak memenuhi ketentuan hukum acara sebagaimana diatur KUHAP dan Putusan MK nomor 21/PUU-XII/2014.
Lanjut Yusril, Firli bisa kembali mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Karena putusan Hakim Tunggal Imelda Herawati sebelumnya menyatakan bahwa permohonan praperadilan Firli tidak dapat diterima.
"Itu bukan berarti permohonan tersebut ditolak, sehingga permohonan praperadilan dapat diulang lagi," pungkas Yusril.