Berita

Pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho/Net

Hukum

Objektivitas Kejaksaan Setop Kasus Pembunuhan Si Pencuri Kambing

JUMAT, 22 DESEMBER 2023 | 08:57 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Penghentian kasus pembunuhan pencuri kambing oleh penjaga ternak di Banten, Muhyani (58) merupakan wujud objektivitas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dalam memproses sebab akibat sebuah peristiwa.

Pakar hukum pidana, Hibnu Nugroho berpandangan, jaksa merupakan pengendali perkara yang bisa meneruskan atau tidak sebuah perkara. Dalam kasus pembunuhan pencuri kambing di Banten, perkara ini bisa diputus bebas oleh hakim.

“Kalau diteruskan malah justru nama kejaksaan tidak bagus, karena tidak memiliki dalil yang kuat, tidak bisa komprehensif. Kenapa kasus ini bisa naik (ke persidangan), padahal cuma membela diri?” kata Hibnu dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/12).


Hibnu berujar, penghentian perkara pembunuhan pencuri kambing sebagaimana dalam Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Kejati Banten, sejatinya merupakan prinsip hukum ketika ada pembelaan diri.

Hal tersebut tertuang dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP, bahwa barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.

"Seseorang dalam keadaan darurat melakukan pembelaan terpaksa tidak dapat dipidana. Itu sebagai alasan pemaaf,” kata pakar pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto ini.

Lebih detail soal kasus pembunuhan pencuri kambing, jelas Hibnu, pelaku hanya membawa gunting. Sedangkan para pencuri kambing jumlahnya lebih banyak dan membawa golok.

“Sebenarnya di polisi pun sudah bisa menghentikan, tapi mungkin punya tafsir tersendiri sehingga dinaikkan ke Kejaksaan,” tutupnya.

Kejati Banten menghentikan kasus pembunuhan pencuri kambing oleh seorang penjaga ternak bernama Muhyani (58). Melalui Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), kasus tersebut dihentikan dengan pertimbangan pelaku terpaksa membela diri.

"Setelah dilakukan penggalian jaksa dan sesuai Pasal 49 KUHP tidak dapat dipidana karena pembelaan terpaksa. Pasal itu sesuai juga dengan Pasal 139 KUHAP, kita nyatakan perkara itu close dan tidak dilimpahkan ke pengadilan," kata Kajati Banten, Didik Farkhan kepada wartawan, Jumat lalu (15/12).

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Usut Tuntas Bandara Ilegal di Morowali yang Beroperasi Sejak Era Jokowi

Senin, 24 November 2025 | 17:20

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

UPDATE

Duka Banjir di Sumatera Bercampur Amarah

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:04

DKI Rumuskan UMP 2026 Berkeadilan

Jumat, 05 Desember 2025 | 06:00

PIER Proyeksikan Ekonomi RI Lebih Kuat pada 2026

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:33

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

Kemenhut Cek Kayu Gelondongan Banjir Sumatera Pakai AIKO

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:00

Pemulihan UMKM Terdampak Bencana segera Diputuskan

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:35

Kaji Ulang Status 1.038 Pelaku Demo Ricuh Agustus

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:28

Update Korban Banjir Sumatera: 836 Orang Meninggal, 509 Orang Hilang

Jumat, 05 Desember 2025 | 04:03

KPK Pansos dalam Prahara PBNU

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:17

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Selengkapnya