Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa/Net
Warga Afrika Selatan yang ikut bergabung dalam perang di Gaza untuk mendukung Israel harus siap menghadapi tuntutan hukum di dalam negeri.
Pemerintah Afrika Selatan pada Senin (18/12) mengeluarkan peringatan setelah mendapat laporan bahwa beberapa warga negaranya telah bergabung dengan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk berperang di Gaza.
"Tindakan tersebut berpotensi berkontribusi terhadap pelanggaran hukum internasional dan tindakan kejahatan internasional lebih lanjut, sehingga membuat mereka bertanggung jawab untuk dituntut di Afrika Selatan," jelas Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan, seperti dikutip
Al Arabiya.
Kemlu juga menegaskan, warga Afrika Selatan memerlukan persetujuan pemerintah terlebih dahulu untuk berperang secara sah di Israel.
Adapun warga negara yang dinaturalisasi mempunyai risiko lebih lanjut untuk dicabut kewarganegaraannya di Afrika Selatan karena terlibat dalam perang yang tidak didukung atau disetujui oleh negara.
Sejauh ini tidak disebutkan secara spesifik berapa banyak warga Afrika Selatan yang diperkirakan telah mendaftar untuk IDF.
Pemerintah sebelumnya mengatakan Badan Keamanan Negara (SSA) sedang melacak mereka.
Peringatan ini muncul ketika Presiden Cyril Ramaphosa sekali lagi mengecam konflik di wilayah Palestina sebagai genosida.
Afrika Selatan telah lama menjadi pendukung vokal perjuangan Palestina, dan partai berkuasa Kongres Nasional Afrika (ANC) sering mengaitkan hal ini dengan perjuangannya melawan apartheid.
Perang di Gaza pecah ketika Hamas melancarkan serangan di Israel pada tanggal 7 Oktober. Sekitar 1.140 orang, sebagian besar warga sipil, tewas, dengan 250 lainnya diculik.
Sebagai respons, Israel melancarkan serangan tanpa ampun ke Gaza. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 19.400 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, meninggal akibat serangan Israel.