Berita

Dr. Mintarsih Abdul Latief/Ist

Hukum

Polemik Penggelapan Saham Blue Bird Berlanjut di Bareskrim

KAMIS, 14 DESEMBER 2023 | 20:25 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Kasus penggelapan saham di PT Blue Bird yang diduga dilakukan oleh Purnomo Prawiro dkk, masih menunggu proses hukum yang masih berjalan di Bareskrim Polri.

Menurut pelapor, Dr. Mintarsih Abdul Latief, pada tahun 1971, 4 keluarga mendirikan taksi Blue Bird dengan 100 armada yang berkembang dengan pesat dan pencegahan monopoli yang sudah dipikirkan oleh pemerintah, nyatanya dapat dipatahkan.  

"Dugaan pemaksaan jual saham dimulai pada keluarga Teguh Budiwan menjual sahamnya pada tahun 1983, disusul dengan keluarga Jusuf Ilham pada tahun 1991. Akhirnya tersisa 2 keluarga yaitu keluarga Surjo Wibowo dan keluarga Ibu Djokosoetono termasuk Chandra, Mintarsih, dan Purnomo," ujar Mintarsih kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/12).


Lanjut psikiater spesialis ahli jiwa ini menerangkan, kemudian Chandra dan Purnomo bersengketa fisik dan harta, melawan para pemegang saham yang tersisa.

Berdasarkan keterangan Mintarsih, berbicara fakta soal keberanian mencaplok saham mulai diturunkan ke putra dari Chandra, yaitu Kresna Priawan, yang menggelapkan saham Mintarsih di anak perusahaan Blue Bird. Hal itu tidak berhasil didamaikan, sehingga digugat dengan Putusan Pengadilan yang menyatakan bahwa saham Mintarsih harus dikembalikan.

Selain itu, dari pihak Purnomo yang pernah ditahan di Polsek dan Polres pada masa remajanya, lantaran terjadi insiden berikutnya di tahun 2000.

Itu terjadi setelah 13 hari ayahanda Surjo Wibowo meninggal. Sempat terjadi kekerasan fisik terhadap istri almarhum yang berusia 74 tahun, yang dilakukan Purnomo dengan putri pertama yaitu Sri Ayati Purnomo dan istri.  

40 hari setelah Ibu Djokosoetono meninggal, Purnomo membentuk tim untuk menculik Mintarsih. Mintarsih mulai mengundurkan diri sebagai pengurus Perseroan Komanditer yang memiliki saham terbesar di Blue Bird.

"Oleh Purnomo dan Chandra, permohonan mengundurkan diri ini dipelesetkan menjadi keluar dari perseroan alias hilang harta kepemilikan. Walaupun tidak pernah ada tanda tangan pelepasan saham Blue Bird, tanpa adanya pembayaran pengalihan harta saham di Blue Bird namun harta beralih ke Purnomo dan Chandra melalui Akta Notaris, yang baru terungkap setelah 12 tahun," beber Mintarsih.
 
30 hari berikutnya, Chandra dan Purnomo meminta dibuatkan akta otentik berupa pembagian harta peninggalan tanpa kehadiran Mintarsih, yang digugat oleh Mintarsih dengan Putusan yang aktanya berhasil dibatalkan.

Berikutnya giliran putri dari Purnomo, yaitu Sri Adriyani Lestari untuk merekomendasikan merekayasa adanya Sita jaminan tanah Mintarsih ke BPN, tanpa ada putusan pengadilan yang mendasarinya.

Pelaporan ke Bareskrim Mabes Polri oleh Mintarsih adalah perjuangan mendapatkan keadilan atas perampasan hak Mintarsih di Blue Bird, yang mempengaruhi perbaikan dunia usaha agar tetap kondusif.

"Dalam perjalanan menunggu proses pidana di Mabes Polri terkait penghilangan saham saya, pihak Blue Bird yaitu Andre dan Bayu melakukan somasi Putusan MA tahun 2016 yang sebenarnya tidak tercantum di putusan MA tersebut," tandas Mintarsih.

Kasus penghilangan saham di Blue Bird inipun sebelumnya telah menjadi sorotan banyak pihak, diantaranya para pakar hukum Prof Mudzakkir dari Universitas Islam Indonesia (UII), Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Parahyangan Prof Wila Chandrawila Wila Supriadi dan Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho.

Prof. Dr. Wila Chandrawila Supriadi SH mengatakan saham tidak akan hilang dengan sendirinya, apabila seseorang mengundurkan diri dari sebuah perusahaan, sebab ada aturan baku yang mengatur.

"Pengalihan saham itu ada notarisnya, melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), dan jika nanti dalam pemeriksaan terbukti ada pengalihan saham yang tanpa diketahui oleh pemilik saham asli maka itu pidana," ujar Prof. Wila kepada wartawan di Jakarta, Kamis (7/9).

Seperti diketahui sebelumnya Mintarsih Abdul Latief dalam laporannya ke Bareskrim Mabes Polri bernomor: LP/B/216/VIII/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 2 Agustus 2023, ditandatangani Iptu Yudi Bintoro (Kepala Subbagian Penerimaan Laporan), dengan terlapor adalah Purnomo Prawiro dkk.

"Iya, dalam laporan terlapor di Bareskrim yaitu Purnomo Prawiro, Chandra Suharto, Gunawan Surjo Wibowo, Sri Ayati Purnomo, Sri Adriyani Lestari, Adrianto Djokosoetono, Kresna Priawan, Sigit Priawan, Bayu Priawan, Sigit Priawan, Indra Priawan,” pungkas Mintarsih.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya