Salah satu baliho kampanye Ketua DPD PAN Kota Bandung, Rasyid Rajasa sebagai caleg DPR RI/RMOLJabar
Keputusan Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Bandung, Rasyid Rajasa, maju sebagai caleg DPR RI menuai kritik. Kasus kecelakaan yang melibatkan Rasyid Rajasa dan menewaskan 2 orang pada 10 tahun lalu pun kembali diungkit.
Kendati demikian, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai kasus tersebut tidak ada kaitan dengan langkah Rasyid maju sebagai caleg. Terlebih pencalonan Rasyid tidak melanggar undang-undang.
"Saya kira pencalonan Rasyid Rajasa tidak ada persoalan, karena undang-undang kita memang tidak ada yang melarang seorang kriminal atau yang pernah melakukan tindakan kriminal ikut dalam kontestasi," terang Dedi kepada
Kantor Berita RMOLJabar, Kamis (7/12).
Dedi menilai, kasus kecelakaan yang pernah melilit anak politikus senior Hatta Rajasa tersebut sesungguhnya tidak ada sangkut pautnya dengan kontestasi politik.
"Ini kontestasi yang diikutinya berbeda dengan kasus kriminalitas yang pernah dijalani oleh Rasyid Rajasa 10 tahun yang lalu, beliau mengalami satu kecelakaan," tuturnya.
Meskipun dalam proses hukumnya ada ketimpangan untuk para korban, lanjut Dedi, tetap tidak kaitan dengan sikap politik Rasyid. Pun jika pengadilan saat itu menetapkan Rasyid bersalah.
"Itu 10 tahun yang lalu. Artinya pada saat pendaftaran (menjadi calon anggota dewan), sekarang itu sudah selesai," jelasnya.
Menurut Dedi, munculnya kembali isu 10 tahun lalu bisa jadi merupakan propaganda dari lawan Rasyid. Terlebih sejauh ini memang tidak ada tuntutan dari keluarga korban terhadap Rasyid.
"Kalaulah betul ya itu layak disebut kriminal, dia pasti sudah dituntut oleh keluarga korban 10 tahun lalu," jelasnya.
Dedi pun berharap masyarakat dapat membedakan kasus kriminalitas yang berhubungan dengan pencalonan seseorang untuk maju sebagai calon legislatif.
Menurutnya, kriminalitas yang paling berbahaya adalah korupsi. Terlebih, saat ini masih banyak caleg yang pernah tersangkut kasus korupsi berani mencalonkan kembali.
"Kriminal sebagai koruptor jauh lebih berbahaya karena jelas kapasitasnya sebagai penyelenggara negara melakukan korupsi semestinya hak politiknya harus dicabut," pungkasnya.